Para pemuda memperbaiki kendaraan bekas peninggalan penjajah Belanda serta sekutu yang tergeletak tak terpakai.
Tak hanya BSA, pemuda Siantar juga mencoba menggandengankan Harley dan BMW dengan bak penumpang.
"Setelah Belanda kalah, kendaraan tergeletak di kandang ayam. Tahun 1958 ada pemuda Siantar mencoba memperbaiki dan utak-atik dan hidup. Harley pernah jadi becak, tapi gagal. Lalu dicoba BMW, kick start sebelah kiri, gagal. Yang sesuai hanya BSA. Tahun 70-an BSA jadi moda transportasi di samping sado," ujarnya saat berbincang-bincang di rumahnya, Kamis (21/2/2019).
Motor BSA yang memiliki tenaga cukup kuat menjadi populer di kalangan ibu-ibu yang ingin berbelanja. Para pemuda pun bergerilya mencari BSA lain ke luar Aceh hingga ke Pulau Jawa.
Ia mengaku bahwa anak Siantar saat itu memang sangat kreatif. Bahkan, pernah memboyong onderdil BSA dengan berat puluhan ton dari Pulau Jawa dengan menggunakan kapal laut.
(Baca Juga : Biaya Servis Ringan Motor Klasik BSA, Ternyata Cuma Segini)
"Becak BSA akhirnya terkumpul hingga 3000 unit tahun 1971. Ini sebagai jawaban untuk permintaan pasar. Sangat dibutuhkan," ujarnya sembari mengatakan saat itu, Siantar sebagai kota tujuan berbelanja masyarakat dari daerah Samosir, Tobasa, Simalungun, dan Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan.
Penulis buku sejarah "Siantar Berdarah" ini menceritakan tahun 1972 motor gede dengan kekuatan 350 cc hingga 550 cc ini berhenti diproduksi.
Pemberhentian produksi BSA karena munculnya kendaraan ringan dan irit asal Jepang, Honda. Masyarakat mulai antusias beralih membeli sepeda motor Honda.
Padahal, dari sisi kualitas, kata Rizal BSA yang mulai diproduksi tahun 1920 memiliki kekuatan yang lebih unggul.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | Tribun Medan |
KOMENTAR