"Akan lebih sip kalau pelek itu masih asli cat pabrik. Karena biasanya lapisan catnya tipis dan garis-garis halus pada bagian dalam bodi pelek masih tampak. Ini karena proses pembuatan pelek dengan proses CNC," ungkapnya.
Dilanjutkan Yudhistira, amati pula bibir belakang pelek, kalau masih bagus biasanya lempeng.
(Baca Juga : Dengan Beramal Rp 150.000 Saja Bisa Dapatkan Lamborghini Huracan)
Bila sudah direpair atau pecah tetap akan terlihat, karena garis-garis CNC tadi tertutup dempul.
"Saya amati yang rusak atau direpair, mayoritas pelek belakang. Analisanya karena beban belakang dan ubahan ekstrem sudut chamber," paparnya yakin.
Katanya lagi, perlu pula mengamati lubang baut pelek, karena tak jarang lubang baut sudah berubah akibat modifikasi ubahan pcd.
"Kalau menurut saya, enggak masalah bila sudah diubah, asal jangan pakai proses cor. Berdasar pengalaman, proses cor itu panas. Efeknya permukaan pelek 'ngolet'," ucapnya.
"Oh ya, hasil cor enggak menyatu dengan pelek. Ini karena kandungan bahan pelek yang berbeda," beber Yudhistira.
Sembari mengingatkan, bahwa buat pemula yang ingin gonta-ganti pelek lebih baik pilih bikinan Jepang, atau Eropa.
Contohnya seperti merk Volk Rays, Enkei, SSR, OZ dan lainnya.
(Baca Juga : Tol Trans Jawa Bikin Konsumsi BBM di Jawa Tengah Meningkat)
Oh iya, perhatikan juga ukuran lingkar peleknya, bila penggunaannya untuk mobil harian ukuran yang disarankan naik 2 inci.
"Misal tadinya menggunakan ukuran standar lingkar 15 inci, paling naik jadi 17 inci," tutup pria yang sehari-hari nunggang H-D Sporster lansiran 1990-an.
Editor | : | Fendi |
KOMENTAR