GridOto.com – Motor listrik Gesits diklaim bebas biaya perawatan, karena motor cukup diisi dengan baterai yang penuh.
Perawatan rutin paling hanya mengganti kampas rem atau ban jika kondisi sudah harus diganti.
Kalau baterai habis, calon konsumen Gesits tinggal menukar baterainya seperti halnya Elpiji maupun air minum galon.
“Yang lainnya paling update software, itu pun bisa di mana saja asal ada koneksi internet yang stabil,” kata Harun Sjech, CEO PT Gesits Technologies Indo.
(BACA JUGA: Blak-blakan Dino Ryandi: Kenapa Bakrie Autoparts 'Terjun' ke Bus Listrik?)
“Enggak perlu servis rutin, tune-up, dan segala macam. Motor tinggal dipakai saja,” sambungnya kepada GridOto.com (15/11/2018).
Artinya Gesits tak memerlukan komponen mesin dan spare part lainnya, seperti halnya pada motor dengan internal combustion engine.
Hal ini memicu rasa skeptis dari kalangan industri, apakah Gesits akan mematikan industri otomotif, khususnya industri spare part yang sudah exist?
Harun berujar, hal tersebut tidak mungkin terjadi sebab pihaknya hanya mengambil porsi sedikit dari pasar yang sudah ada.
(BACA JUGA: Blak-blakan Minoru Morimoto: Kompetisi di Indonesia Tidaklah Mudah)
“Enggak lah, kami kan hanya jual 50 ribu setahun. Total market kan 6 juta, artinya masih ada 5,95 juta. Masa kami enggak bisa dikasih hidup? Kalau enggak mah keterlaluan Bos,” ujarnya.
Ia juga berujar, dari 6 juta unit penjualan sepeda motor di Indonesia yang terjual itu hampir 99 persen didominasi oleh merek-merek Jepang.
Harun membandingkan dengan beberapa negara penjual sepeda motor terbanyak di dunia.
“Di India 25 juta unit setahun. Brand paling besar di sana Hero, bukan Honda. Dulu sempat gabung, tapi sekarang pisah. Hero nomor 1, Honda nomor 2. Nah merek Indianya juga ada, Mahindra, Bajaj, TVS, macam-macam,” jelasnya.
“Di Cina, merek Cina semua yang pimpin pasar. Ada juga Jepang, tapi porsi buat industri nasional ada,” lanjut Harun.
Hal ini berbeda sekali dengan Indonesia sebagai pasar sepeda motor terbesar nomor 3 di dunia, yang enggak ada merek lokalnya.
“Paten kita enggak punya, engineer kita cuma buat merakit, terus kapan berubahnya? Mau gini terus? Sudah cukup kali dijajahnya,” tutup Harun.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR