GridOto.com - Baru-baru saja MK telah menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang diajukan oleh beberapa pemohon.
Pemohon yang mengajukan berasal dari gabungan Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO).
KATO sendiri mewakili 50 Pemohon yang mempunyai latar belakang profesi yang berbeda-beda.
Mulai dari pengemudi ojek online, pengurus organisasi serikat pekerja/buruh, karywan swasta, wiraswasta, wartawan, wartawan, pelajar/mahasiswa, dan pengguna jasa ojek berbasis aplikasi online.
(BACA JUGA : Video: Ngeri, Ojek Online Kecelakaan Hingga Penumpangnya Terlindas Bus)
Namun dalam putusannya MK ternyata menolak permohonan tersebut.
Dalam website MK, Kamis (28/6), Ketua Pleno Anwar Usman mengatakan," Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya."
Sebelumnya, dalam permohonan, Pemohon menjelaskan ingin menguji Pasal 138 Ayat (3) UU LLAJ.
Bunyinya," Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum."
Pasal tersebut mendapat bahasan penting karena bisa berpotensi memicu reaksi penolakan terhadap banyak keberadaan ojek berbasis aplikasi online.
(BACA JUGA : Layani Tamu Asing, Kemenhub Siapkan Banyak Rute Baru Transportasi Umum Saat Asian Games)
Terhadap dalil para Pemohon yang menjelaskan adanya perlakuan berbeda antara sepeda motor dengan kendaraan bermotor lainnya, Mahkamah berpendapat adalah tidak tepat.
"Sepeda motor bukanlah tidak diatur dalam UU LLAJ. Sepeda motor diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a UU LLAJ," ujar Majelis.
"Kriteria kendaraan kendaraan bermotor yang diperuntukkan mengangkut barang dan/atau orang pun telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) huruf b, huruf c dan huruf d juncto Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan Mahkamah,” ungkap Arief Hidayat, Hakim Konstitusi.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah berpendapat Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan maupun kendaraan bermotor umum.
Sementara Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tidak ada kaitannya sama sekali dengan kendaraan bermotor karena pasal ini berkaitan dengan kedudukan yang sama setiap warga negara ketika terjadi pelanggaran hukum.
Jadi berdasar dengan uraian dan penjelasan di atas, Mahkamah Konstitusi berpendapat, bahwa permohonan para Pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ tidak beralasan menurut hukum.
Wah, kira-kira permohonan apa lagi yang bakal ditempuh oleh pengemudi dan pengguna Transportasi Online tersebut nih?
Editor | : | Hendra |
Sumber | : | www.mahkamahkonstitusi.go.id |
KOMENTAR