Sebagian cat bajaj yang sebelumnya berwarna oranye, luntur dan menjadi keputih-putihan.
Bahkan ada bajaj yang diselimuti rumput liar. Namun sebagian besar bajaj masih memiliki mesin.
Meski tampak karatan karena terkena hujan dan tak lagi digunakan, mesin bajaj masih menempel dengan kuat dan utuh di bawah tempat duduk sopir.
Walau kebanyakan bajaj tampak usang, di lokasi yang sama terlihat ada beberapa bajaj oranye dalam kondisi baru.
Berbeda dengan belasan bajaj oranye yang usang, bajaj itu terlihat terawat.
Kaca spion, lampu, tempat duduk, serta kap penutup bajaj tampak baru.
Dua roda bajaj juga terlihat masih memiliki alur ban dan bisa mencengkram dengan baik ketika berkendara di aspal.
Wahyudin, warga Gang Makmur sekaligus pemilik bajaj oranye baru menceritakan, belasan bajaj yang usang itu sudah cukup lama ditinggalkan pemiliknya seiring diterapkannya regulasi bajaj oranye dilarang beroperasi di Jakarta.
Dulu, kawasan Gang Makmur ramai sebagai tempat mangkal bajaj, becak, dan moda transportasi lawas seperti "kancil".
"Dulu di gang ini banyak becak. Nah, sekitar (tahun) 90-an becak hilang, diganti bajaj. Setelah itu muncul lagi kancil, bentor. Ya kalau diingat-ingat bajaj mulai ditinggalkan sekitar 2011 atau 2012," kata Wahyudin, Rabu.
Menurut dia, bajaj oranye ditinggalkan karena para pemiliknya beralih ke bajaj biru yang berbahan bakar gas.
Selain itu, pemiliknya bajaj oranye kesulitan mencari onderdil. Dampaknya, bajaj oranye dibuang begitu saja atau dijual dalam bentuk besi tua.
"Dulu ada bos bajaj dia punya 20 sampi 30 bajaj oranye, terus dijual sama dia jadi besi rongsokan, dibesituakan," ujar Wahyudin.
Bajaj oranye yang tampak baru itu, kata Wahyudin, telah direparasi. Selain untuk dijual, bajaj tersebut disewakan untuk sejumlah kegiatan, seperti festival kebudayaan, hingga dijadikan stan bazar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Melihat "Kuburan" Bajaj Oranye di Gang Makmur Jakarta Pusat
Editor | : | Niko Fiandri |
Sumber | : | Kompas.com |
KOMENTAR