"Saat aku datang, ada banyak kebingungan. Insinyur dan orang di Ducati itu berkualitas, tapi ada kekacauan dan tidak ada hierarki yang jelas," ungkap Dovizioso.
"Motornya bukan hanya tidak bekerja dengan bagus, tapi malah sama sekali tidak bekerja. Kami selalu tertinggal 40 detik setiap balapan, motornya tidak kompetitif dan kami tidak bisa bekerja dengan produktif," lanjut ayah satu anak ini.
Kemudian pada akhir 2013 barulah Gigi Dall'Igna datang dari Aprilia WorldSBK dan mengubah manajemen Ducati.
Sebelum mengarahkan pengembangan motor dengan benar, Dall'Igna sebagai General Manager membuat struktur organisasi yang sesuai terlebih dahulu.
Setelah itu barulah pelan-pelan Ducati mampu menampilkan motor yang kompetitif, menarik banyak nama pembalap dari Jorge Lorenzo hingga Marc Marquez seperti sekarang.
"Sosok pemimpin sangat dibutuhkan. Gigi Dall'Igna kemudian bisa membetulkan semua pekerjaan," sambung Dovi.
"Butuh bertahun-tahun tapi itu normal karena kami bertarung melawan pabrikan Jepang, yang saat itu sangat kuat dan punya pembalap kuat juga," jelasnya.
Dovi sebenarnya kecewa gagal menjadi juara MotoGP karena melawan Marc Marquez yang saat itu benar-benar sangat kuat bersama Honda.
Namun ia sudah cukup bersyukur bisa tampil kompetitif dan memainkan kejuaraan melawan pebalap sekelas Marquez.
"Tentu saja jadi runner-up selama tiga tahun beruntun di belakang Marquez dan Honda bukan target kami," sambungnya.
"Tapi aku tak bisa protes, masa-masa itu adalah masa yang indah," tegas pria yang kabarnya sedang dekat untuk menjadi pembalap tes Yamaha ini.