Bagi ayah dua anak tersebut, seharusnya bos tim memberikan tempat kepada bakat muda dan mengesampingkan pembalap senior yang tidak berkembang.
"Aku cuma bilang ketika kau punya motor yang bisa menang selama dua atau tiga tahun, rekanmu mengalahkanmu di setiap balapan dan setiap saat, rasanya tidak benar jika kau tidak memberikan kesempatan ke pembalap muda dan kau malah memberikan pembalap seperti itu kesempatan," sambungnya.
"Jika rekan setimku mengalahkanku setiap saat, bagiku itu cukup," jelas pembalap yang tahun depan menjadi test rider Honda ini.
Pernyataan Espargaro tidak ada salahnya, karena benar bahwa Miller dan Morbidelli tampil mengecewakan meski mendapat motor yang kompetitif.
Namun uniknya, sebenarnya Aleix Espargaro juga tidak berbeda jauh bahkan bisa dikatakan lebih parah lagi jika melihat catatan karier panjangnya di MotoGP.
Espargaro debut di kelas premier pada paruh akhir 2009, kemudian tampil reguler pada 2010 tanpa sekalipun raihan impresif ataupun podium di kelas sebelumnya.
Ia sempat turun ke Moto2 pada 2011 dan sekali saja meraih podium di kelas tersebut.
Setelah itu Espargaro naik lagi ke MotoGP membela ART selama dua musim, kemudian gabung bersama Forward Yamaha dan sekali meraih podium dua di Aragon 2014.
Setelah itu ia balapan bersama Suzuki dua musim, lalu gabung Aprilia hingga sekarang.
Ia baru berhasil naik podium lagi pada 2021, dan kemenangan perdananya diraih 2022 silam sebelum menang dua kali lagi pada 2023.
Meski akhirnya bisa menang, Espargaro telah menghabiskan musim yang sangat panjang tanpa prestasi berarti.
Jadi sebelum memutuskan pensiun pun, ia juga bisa dikatakan memakan jatah pembalap muda di MotoGP.