GridOto.com - Makin ke sini produk mobil listrik yang masuk ke Indonesia makin banyak macamnya.
Pun begitu dengan merek-merek baru yang juga meyerbu Indonesia untuk menawarkan teknologi mereka macam BYD, Neta, Aion, Jetour dan banyak lagi.
Bicara mobil listrik, sebenarnya anak Indonesia pernah mencoba terjun di inovasi ini bahkan sejak tahun 1990-an.
Meski secara teknologi tentu tak sebanding kalau dibandingkan dengan mobil-mobil listrik zaman sekarang.
Tepatya di tahun 1992, Institut Teknologi Surabaya (ITS Surabaya) menyodorkan proyek mobil listrik bernama Widya Wahana II.
Uniknya mobil listrik Indonesia ini dilengkapi panel surya, meski tak bisa dipakai untuk benar-benar bisa mengaomodir kebutuhan tenaganya.
Tim OTOMOTIF pun kala itu berkesempatan mengunjungi proyek ini dan saling tukar pikiran.
Kesimpulannya, mobil listrik Indonesia ini memang belum efisien terutama dalam hal konversi energinya.
"Masih besar pengeluaran energi listrik ketimbang yang dihasilkan sel surya, jadi proyek kami sebenarnya adalah mobil listrik" kata Adi Prasetyo, mahasiswa fisika yang menangani kelistrikan mobil ini, dikutip dari majalah OTOMOTIF NO. 18/11 SENIN 7 SEPTEMBER 1992.
Jadi untuk mengisi baterainya tetap masih dibutuhkan listrik dari luar, layaknya mobil listrik zaman sekarang.
Selain masalah energi, secara konstruksi mobil pun masih harus banyak dikembangkan.
Karena dengan konstruksinya saat itu bobotnya jadi terlalu berat, mencapai 850 Kg untuk dimensi yang terbilangamat kompak.
Sebagian besar berat berasal dari motor penggeraknya, yaitu motor DC yang menggunakan tegangan 110 volt.
Motor yang cuma bisa menghasilkan tenaga setara 5,5 dk (4,5 kW) itu bobotnya 150 kg lebih.
Di lain hal, aki atau baterai sebanyak sembilan buah juga mencapai bobot hampir 100 Kg.
Dengan bobot yang berat ini, tak heran kalau daya mobil listrik ini cuma mampu melaju sejauh 45 Km dengan kecepatan konstan 40 Km.
Kalau top speed-nya sih diklaim bisa mencapai 45 Km/jam.
"Kami berusaha untuk menggunakan bahan yang ada dalam negeri. Dan terus-terang motor DC-nya jenis stasioner yang digunakan pada industri," beber Ady lebih lanjut.
Menurutnya Ady, salah satu alasannya adalah pihaknya masih kesulitan untuk mendapatkan motor listrik yang baik.
Saat itu, pabrikan mobil di negara lain juga sudah mulai mengembangkan mobil listrik.
Bedanya, pabrikan besar sudah mengadopsi motor DC tanpa borstel (brushless), asinkro.
Keterbatasan bahan juga jadi penyebab kenapa mobil listrik ini kurang efisien.
"Karena motornya terlalu besar, kami pun kesulitan untuk memasangnya langsung pada roda," ungkap Ady dan temannya.
Padahal, pengembangan mobil listrik saat itu cenderung langsung menempatkan komponen motor atau rotor sebagai poros roda.
Atau kalau masih menggunakan transmisi, motor memindahkan putaran secara linier.
Nah, pada Widya Wahana II, masih digunakan diferensial, karena motornya dipasang memanjang.
Akibatnya, untuk memindah motor ke roda digunakan rantai, roda gigi, diferensial, baru setelah itu ke roda, kerugian mekanis pun besar.
Untungnya sistem dan komponen sasisnya cukup bagus.
Misalnya, kedua roda depan menggunakan rem teromol, sedangkan belakang rem cakram.
Khusus untuk roda belakang digunakan cakram dari motor yang beroperasi secara hidraulik.
Sedangkan suspensi dan as roda belakang, memanfaatkan komponen Daihatsu Charade.
Baca Juga: Jangan Asal Pakai Engine Flush di Mesin Mobil, Begini Cara yang Benar