GridOto.com - Sejak Ducati Desmosedici GP15 muncul dengan empat winglet di MotoGP Australia 2015, perang aerodinamika di MotoGP terus berkembang.
Sampai akhirnya pada 2024 ini, banyak pihak yang mengatakan kalau motor MotoGP modern lebih mirip pesawat ketimbang motor.
Tidak sedikit juga yang mengatakan kalau perang aerodinamika merupakan hal buruk yang membuat balapan MotoGP lebih sepi overtake.
Utamanya karena dirty air atau turbulensi dari perangkat aerodinamika membuat para pembalap sulit mengikuti satu sama lain tanpa kehilangan grip.
Meski demikian, para pabrikan dan tim MotoGP terus jor-joran meriset aerodinamika karena satu hal utama.
"Setelah bertahun-tahun memaksimalkan elektronik, mesin, dan ban, aerodinamika jadi satu-satunya bidang di mana kami masih bisa mendapatkan performa tambahan," ujar pembalap Red Bull KTM yaitu Jack Miller dikutip dari Paddock-GP.com, Senin (18/3/2024).
Selain ban yang menjadi tanggung jawab Michelin, sisi elektronik dan mesin memang jauh lebih sulit dikembangkan karena batasan yang cukup sempit dalam regulasi MotoGP saat ini.
Bukan berarti aerodinamika tidak sulit dikembangkan, tapi setidaknya masih banyak lubang atau loophole dalam regulasi MotoGP soal aerodinamika yang bisa dieksploitasi oleh tim dan pabrikan.
Beberapa contoh inovasi yang muncul dari lubang-lubang tersebut adalah sayap belakang, fairing ground effect, hingga sayap pada suspensi depan.
Baca Juga: Motor Yamaha dan Honda MotoGP Lebih Kencang 0,6 Detik, Kok Posisinya Makin Jelek?
Selain masih banyak inovasi yang bisa dilakukan, biaya juga jadi alasan mengapa aerodinamika menjadi medan 'perang' terbaru para pabrikan MotoGP.
"Biaya mengembangkan aero itu lebih sedikit ketimbang mengutak-atik mesin motor MotoGP, memodifikasi mesin itu sangat sulit," ujar salah satu perwakilan Aprilia di MotoGP pada kesempatan yang sama.
"Di sisi lain, aerodinamika adalah solusi yang lebih mudah dilakukan untuk mengembangkan performa motor," tambahnya.
Pengembangan aerodinamika ditambah konstruksi ban baru yang bisa mengatasi tekanan tambahan dari penggunann aero itu sendiri terbukti membuat motor MotoGP jauh lebih cepat.
Misalnya, Jorge Martin (Pramac Ducati) berhasil memecahkan rekor lap tercepat pada sesi Q2 kualifikasi MotoGP Qatar 2024 dengan waktu 1 menit 50,789 detik hanya dalam satu flying lap.
Waktu tersebut lebih cepat nyaris 1 detik dari rekor sebelumnya, yaitu 1 menit 51,762 detik yang dicetak Luca Marini pada sesi kualifikasi 2023 lalu.
Meski demikian, para pabrikan MotoGP tampaknya harus mencari celah lain untuk membuat motornya tetap kencang di masa depan.
Pasalnya, regulasi MotoGP untuk 2027 dipercaya bakal mempersempit ruang gerak para pabrikan dalam hal pengembangan aerodinamika.
Sehingga bisa dibilang kalau 'perang aerodinamika' yang saat ini terjadi di MotoGP sedang menuju titik akhir.
Menarik melihat apakah ada pabrikan yang bisa mengungguli Ducati sebelum regulasi baru MotoGP 2027 nanti bergulir.