"Fabio menang, ia bertarung di depan melawan Marc, dan itu adalah motor yang kusuka. Akan sangat bagus dengan gaya balapku, tapi gagal karena faktor X," jelasnya.
Yamaha memakai hak vetonya untuk menolak Alex, dan hampir pasti penyebab utamanya adalah kisah lama antara Valentino Rossi dan Marc Marquez pada 2015.
Kebetulan saat itu Rossi juga masih berada di Yamaha, sehingga pengaruhnya masih sangat besar di manajemen garpu tala.
"Aku tak bilang itu hak veto, tapi aku tak mendapat 'OK' dari Yamaha. Aku hanya mendapat 'OK' untuk balapan setahun bersama Petronas di Moto2, bukan kontrak dua tahun di MotoGP," tegasnya.
"Semua sangat cepat setiap pekannya. Aku akhirnya memilih bertahan di Marc VDS," jelasnya.
Untung pada akhirnya pembalap bernomor 73 tersebut masih bisa debut di kelas premier pada tahun yang sama, yakni dengan balapan bersama kakaknya di Repsol Honda.
Ia pun tak jadi meringis batal naik ke MotoGP, malah mendapat kesempatan yang saat itu dipandangnya sangat luar biasa karena bisa bergabung dengan tim legendaris.
Di sisi lain, Razali membenarkan perkataan putra bungsi Julia Marquez tersebut.
"Aku suka Alex, ia favoritku. Kami mengadakan pertemuan rahasia, dan kami menandatanganinya di motorhome Marquez, jadi setahun di Moto2 kemudian dua tahun di MotoGP ketika Fabio naik ke tim utama," ujar Razali.
"Benar-benar kami sudah tanda tangan kontrak bahwa Alex bersama kami, itu Agustus 2019. Aku bilang Yamaha aku merekrut Alex ke Moto2, kemudian ke MotoGP. Yamaha bilang tidak karena tidak mau ada anggota keluarga Marquez di Yamaha," jelasnya.
Razali pun tidak menutup bahwa kejadian 2015 menjadi alasan utamanya.