Menelisik lebih jauh termasuk apa yang AHM lakukan, apa yang terjadi dengan rangka eSAF menurut penulis merupakan kasus teknis.
Di mana persoalan rangka motor berhubungan dengan rancang bangun, bukan persoalan miskomunikasi atau mispersepsi semata.
Jadi sulit rasanya meredam kasus ini hanya mengandalkan komunikasi dari divisi komunikasi perusahaan dalam hal ini Corporate Communication, Public Relations atau sebutan lainnya.
Ingat, lewat komunikasi kita dapat mengemas pesan agar terlihat elok, menutupi kekurangan yang ada atau bahkan bisa membalik persepsi publik.
Namun komunikasi sebagai sebuah cara, tentu tak dapat menutupi fakta bahwa di balik sebuah peristiwa atau kasus, ada esensi atau inti permasalahan.
Nah, di titik inilah inti kasus ini melampaui kemampuan dan kapabilitas divisi komunikasi perusahaan.
Konteks kasus ini adalah teknikal bukan salah komunikasi yang bisa diiringi kata ralat. Apalagi publik sudah sangat paham apa yang terjadi, yakni rangka karat, bukan sekadar rangka dilabur silikat.
Di sini, yang mestinya berbicara adalah orang-orang yang bertanggung jawab penuh terhadap persoalan teknis di balik pembuatan rangka sepeda motor.
Juga melibatkan unsur legal perusahaan agar bersedia minta maaf dan menerima penggantian rangka yang terindikasi karat atau keropos.
Tentu semua ini ada harganya.
Namun mengingat perlunya tindakan cepat dan keberlanjutan usaha untuk mengembalikan kepercayaan publik, rasanya langkah ini perlu dilakukan.
Lantas mengapa rangka eSAF menjadi kasus besar?
Dari sekian banyak jawaban, salah satu jawabannya boleh jadi AHM khilaf meneladani filosofi yang digaungkan pendiri Honda, yakni kalimat di pembuka artikel ini di atas.