GridOto.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengatakan, investigasi kasus rangka eSAF yang karat dan keropos bisa makan waktu lumayan lama.
Pasalnya, ada banyak hal yang harus dilakukan oleh tim gabungan KNKT, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan PT Astra Honda Motor (AHM) terkait kasus tersebut.
Utamanya dari pengumpulan data, mengingat ada kurang lebih 10 juta skutik Honda yang menggunakan rangka eSAF di Indonesia.
"Makanya kalau ditanya seberapa lama, ya tergantung dari berapa data dan fakta yang mau kami kumpulkan," ucap Ahmad Wildan, PLT Ketua Sub Komite LLAJ KNKT di Jakarta, Senin (28/8/2023).
"Sebuah data baru disebut representatif itu harus berapa persen? Banyak kan?" imbuhnya.
"Makanya saya tidak bisa ambil sample satu dari 10 juta karena itu tidak representati, saya harus membuat data yang representatif dan itu butuh proses," tandas Wildan.
Semakin banyak data yang harus dikumpulkan, maka waktu yang dibutuhkan untuk penyidikan ini pastinya juga semakin panjang.
Untuk saat ini, Wildan mengatakan kalau pihaknya dan tim investigasi yang baru dibentuk hari ini akan membuat rencana investigasi.
Ia mengatakan, rencana investigasi yang sedang digodog untuk penyidikan kasus rangka eSAF ini sendiri meliputi banyak hal.
Baca Juga: Kemenhub, KNKT dan AHM Bikin Tim Gabungan, Selidiki dengan Detail Kasus Rangka eSAF
"Kami mau melakukan apa, mau ke mana saja, apa aja yang mau kami teliti, dan sebagainya ada di rencana investigasi, dan (menyusun) itu butuh proses juga," ungkap Wildan.
"Jadi sabar saja, kalau dikerjakan KNKT pasti hasilnya terukur dan akan disampaikan ke masyarakat segamblang gamblangnya," ujarnya menenangkan.
Pada kesempatan yang sama, KNKT juga mengaku kurang setuju dengan desakan masayarakat yang ingin AHM untuk melakukan recall terhadap motor dengan rangka eSAF.
Setidaknya sampai investigasi yang dilakukan oleh mereka dan tim gabungan mencapai titik terang.
"(Kalau langsung minta recall rangka eSAF) Itu namanya keputusan membabi buta yang tidak ada dasarnya," ucap Wildan.
"Belum ada (himbauan pemberhentian produksi) juga karena kami juga belum tahu kesalahan pastinya di mana," tambahnya.
"Kecuali kami sudah dapat fakta dan temuan terhadap ini, baru kami bisa jelaskan ini error karena apa karena mitigasinya harus terarah," tutup Wildan.