"Ada sebuah pompa yang terhubung dengan alat switch di dekat sopir. Ketika tangki sudah terisi penuh, Solar kembali dihisap ke dalam tandon yang terletak di atas bak truk," jelas Harryo.
Solar subsidi yang berhasil dibeli oleh komplotan ini diduga akan digunakan sebagai bahan dalam pembuatan Solar oplosan yang akan dijual kembali dengan harga normal.
"Dugaan kami, Solar ini akan dicampurkan dengan Solar yang berasal dari Muba. Namun, hal ini masih dalam tahap pengembangan lebih lanjut," tambah Harryo.
Sementara itu, tersangka A, salah satu sopir, mengungkapkan bahwa ia mendapat perintah untuk mengangkut minyak sulingan dari Sekayu menuju ke kawasan Kenten, Palembang.
Minyak Solar tersebut kemudian dicampurkan dengan Solar subsidi yang dibeli dari SPBU.
"Campurannya terdiri dari setengah minyak dari Muba dan setengahnya lagi dari SPBU. Saya tidak tahu siapa pemiliknya, saya hanya mengemudikan mobilnya," ungkap A.
Sedangkan tersangka OP mengaku, bahwa Solar hasil oplosan tersebut akan dijual secara eceran di pangkalan tertentu di daerah terpencil, dengan selisih harga jual Rp 300 dari harga SPBU.
"Biasanya ada pemesanan dari pangkalan, lalu kami mengirimkannya. Saya baru bekerja sebagai sopir pengangkut minyak selama 4 bulan," ujarnya.
Dalam kasus ini, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 53 huruf B dan D atau Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Juncto Pasal 55, 56 KUHP dengan hukuman penjara 5 tahun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pakai Ratusan "Barcode" My Pertamina, Operator SPBU di Palembang Terlibat Penjualan Solar Subsidi Oplosan