Ketika itu, data DPRD, jumlah kendaraan bermotor di ibu kota dan sekitarnya ditaksir 1,8 juta unit.
Sebanyak 80% di antaranya milik pribadi dengan laju peningkatannya per tahun mencapai 14%.
Ironisnya, hanya 4% penambahan jaringan jalan per tahun.
Pada akhirnya, wacana itu urung dilaksanakan.
Sebab, di dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak ada keterangan mengenai aturan Pajak Progresif yang menjadi payung hukum.
Dalam pasal 3 ayat (1) huruf a hanya disebutkan tarif pajak ditetapkan paling tinggi 5 persen untuk Pajak Kendaraan Bermotor.
Lama menjadi wacana lebih 10 tahun kemudian, sesudah era Orde Baru wacana Pajak Progresif ini baru mendapatkan payung hukum.
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah disebutkan mengenai Pajak Progresif ini.
Dalam Pasal 6 (1) disebutkan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:
Huruf a dinyatakan untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).