Kondisi ini membuat Pertashop yang tidak jauh dari rumahnya mulai sepi pengunjung.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kelvian, warga Desa Giring, Kelurahan Kepanewon Paliyan, Gunungkidul.
"Di daerah saya ada satu Pertashop yang masih buka, tapi kadang-kadang juga tutup," ucap Kelvian.
Kelvian mengaku lebih sering membeli BBM jenis Pertalite dibanding Pertamax sejak ada kenaikan harga BBM.
Ketua Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPMI) DIY, Satya Prapanca juga mengatakan hal senada.
"Setelah tumbuh pesat, sekarang tidak sedikit Pertashop yang mulai tutup," ungkap Satya dalam kesempatan yang sama.
Satya menjelaskan, Pertashop yang tutup itu berada di Semanu, Nglipar, dan Karangmojo.
Sebab warga memilih membeli Pertalite yang harganya lebih terjangkau, dibandingkan Pertamax yang saat ini dibanderol Rp 12.800 per liter.
"Sebelum harganya naik bisa menjual 600 liter per hari, tapi sekarang bisa menjual 100 liter per hari sudah bagus," tambahnya.
Baca Juga: Selisih Rp 4.500 Warga Lebih Pilih Pertalite dibanding Pertamax, Pemilik Pertashop Mulai Ketar-ketir
Menurut Satya, tutupnya Pertashop ini karena sulitnya pengusaha membagi hasil penjualan untuk biaya operasional.
Kepala Dinas Perdagangan Gunungkidul, Kelik Yuniantoro, mengatakan pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak terkait Pertashop yang tutup.
"Pasalnya operasional Pertashop merupakan ranah dari Pertamina," terang Kelik.
HPMPMI juga beberapa waktu lalu telah melakukan audiensi dengan Bupati Gunungkidul, Sunaryanta.
Mereka meminta Bupati mendukung dengan cara mengajak mobil pelat merah membeli BBM di Pertashop.
Selain itu, HPMPMI juga meminta Bupati Gunungkidul mendukung Pertashop bisa menjual Pertalite.
"Kami hanya bisa mendukung melalui video agar mereka bisa menjual Pertalite, tapi kami tidak tahu apakah bisa atau tidak," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harga BBM Naik, Sejumlah Pertashop di Gunungkidul Memilih Tutup"