KPBB Soroti Subsidi Kendaraan Listrik Rp 7,8 Triliun hingga Dorong Standar Karbon Demi Tekan Emisi

Harun Rasyid - Kamis, 15 Desember 2022 | 15:54 WIB

Ilustrasi tingginya polusi udara akibat emisi kendaraan di Jakarta dan sekitarnya. (Harun Rasyid - )

GridOto.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menyatakan pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia cenderung meningkat, hal ini bisa berdampak negatif terhadap emisi dan penipisan energi.

Dari data yang diungkapkan KPBB, skenario teknis pada Standar Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) menunjukkan kemungkinan untuk mengurangi 0,280 giga ton karbon dioksida ekuivalen (Gton CO2e) sebesar 59 persen dari 0,470 Gton CO2e emisi Business As Usual (BAU) kendaraan pada 2030.

Hal ini mengacu pada dasarnya yang sebesar 0,105 Gton CO2e pada 2010.

Dari angka tersebut, KPBB menyatakan Total beban karbon kendaraan di Indonesia sudah mencapai 0,255 Gton CO2e semenjak 2019 atau tiga tahun lalu.

Menurut Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB, skenario tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dapat memetik manfaat ekonomi sebesar USD 341 miliar dari efisiensi bahan bakar, penghematan produksi, dan peningkatan kesehatan masyarakat sesuai dengan peningkatan kualitas udara.

"Dalam konteks efisiensi bahan bakar, kita dapat menghemat hingga 59,86 juta Kiloliter (KL) per tahun untuk bensin, dan 56,00 juta KL per tahun untuk solar atau setara dengan Rp 677 triliun per tahun pada tahun 2030," ujar pria yang akrab disapa Puput dalam rilis resminya, Rabu (14/12/2022).

Lebih lanjut, KPBB mendorong penerapan skenario teknis yang mengadopsi standar LCEV hingga 2030.

Hal tersebut dinilai sesuai dengan timeline Nationally Define Contribution (NDC) Indonesia, dengan roadmap 118 gr CO2 per km pada 2023 dan 85 gr CO2 per km pada 2027.

Puput juga mengatakan, standar LCEV harus ditindak lanjuti melalui kebijakan fiskal dengan skema feebate atau rebate yang sudah dibahas sejak 2013.

Baca Juga: Bisa Jadi Cuan, Limbah Baterai Kendaraan Listrik Ternyata Potensial Banget

Standar LCEV ini, perlu dijalankan dengan berbagai pilihan teknologi kendaraan mulai dari Internal Combustion Engine (ICE) tech, kendaraan listrik berbasis baterai, kendaraan hybrid, hingga fuel cell.

"Standar tersebut harus ditindak lanjuti, namun belum diadopsi oleh pemerintah saat pengesahan PP no. 41 tahun 2013 dan PP no. 73 tahun 2019 maupun PP no. 74 tahun 2021 karena kepentingan industri otomotif yang masih ingin mempertahankan ICE technology," ungkap Puput.

Rayhan Haikal/GridOto.com
Ilustrasi salah satu mobil listrik di Indonesia, Wuling Air ev

Ia menilai, kebijakan fiskal bisa merealisasikan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden no. 55 tahun 2019.

"Kebijakan fiskal akan memicu penetrasi pasar Battery Electric Vehicle (BEV atau KBLBB) dengan menciptakan harga jual BEV yang lebih kompetitif, sesuai kemampuannya dalam memenuhi standard Carbon dibandingkan teknologi ICE technology," kata Puput.

Di samping itu, KPBB juga mengusulkan beberapa langkah cepat untuk memenuhi standar karbon, mulai dari mereformasi kebijakan dan regulasi, terutama pada kebijakan fiskal dan standar karbon kendaraan.

Kedua, melakukan komunikasi publik yang efektif dan membangun ekosistem yang tepat untuk LCEV atau EV, termasuk mempersiapkan solusi jitu dengan menyelaraskan kendaraan listrik roda dua hingga tiga sebagai penggerak utama teknologi dalam penetrasi pasar BEV di Indonesia.

"Dasarnya sangat strategis, mengingat sepeda motor adalah kendaraan paling populer, harganya terjangkau, hingga kemampuan mengantarkan point to point yang baik," ucap Puput.

Wisnu/GridOto.com
Ilustrasi motor listrik, Honda PCX Elektrik, Honda Benly e: dan Honda Gyro e:

Puput juga bilang, Indonesia sudah memiliki berbagai modal dalam memenuhi standar karbon seperti lebih dari 25 prototipe EV termasuk kendaraan roda 2-3, produksi bus listrik, pembangunan fasilitas pengisian baterai, proses komunikasi dan pendidikan publik, maupun material mineral bahan komponen kendaraan listrik.

"Karena itu saatnya mempercepat pelaksanaan mandat yang ditetapkan oleh Presiden dengan menerbitkan standar karbon kendaraan, kebijakan fiskal dan roadmap. Target kebijakan ini untuk menekan emisi, mitigasi krisis iklim, memicu pertumbuhan green economy, mengendalikan beban pasokan BBM nasional dan menjaga surplus neraca perdagangan," terangnya.

Baca Juga: Update Subsidi Kendaraan Listrik, Insentif Mobil Listrik Rp 80 Juta, Mobil Hybrid Rp 40 Juta, Motor Listrik Rp 8 Juta!

KPBB juga menyoroti komitmen pemerintah dalam menggelontorkan subsidi Rp 7,8 triliun untuk subsidi kendaraan listrik sebanyak 1,2 juta unit motor listrik pada 2023.

"Subsidi kendaraan listrik harus dikanalisasi pada formulasi standar karbon dan feebate/rebate fiscal scheme agar tidak membebani APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," tutup Puput.