Standar LCEV ini, perlu dijalankan dengan berbagai pilihan teknologi kendaraan mulai dari Internal Combustion Engine (ICE) tech, kendaraan listrik berbasis baterai, kendaraan hybrid, hingga fuel cell.
"Standar tersebut harus ditindak lanjuti, namun belum diadopsi oleh pemerintah saat pengesahan PP no. 41 tahun 2013 dan PP no. 73 tahun 2019 maupun PP no. 74 tahun 2021 karena kepentingan industri otomotif yang masih ingin mempertahankan ICE technology," ungkap Puput.
Ia menilai, kebijakan fiskal bisa merealisasikan akselerasi kendaraan listrik berbasis baterai yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden no. 55 tahun 2019.
"Kebijakan fiskal akan memicu penetrasi pasar Battery Electric Vehicle (BEV atau KBLBB) dengan menciptakan harga jual BEV yang lebih kompetitif, sesuai kemampuannya dalam memenuhi standard Carbon dibandingkan teknologi ICE technology," kata Puput.
Di samping itu, KPBB juga mengusulkan beberapa langkah cepat untuk memenuhi standar karbon, mulai dari mereformasi kebijakan dan regulasi, terutama pada kebijakan fiskal dan standar karbon kendaraan.
Kedua, melakukan komunikasi publik yang efektif dan membangun ekosistem yang tepat untuk LCEV atau EV, termasuk mempersiapkan solusi jitu dengan menyelaraskan kendaraan listrik roda dua hingga tiga sebagai penggerak utama teknologi dalam penetrasi pasar BEV di Indonesia.
"Dasarnya sangat strategis, mengingat sepeda motor adalah kendaraan paling populer, harganya terjangkau, hingga kemampuan mengantarkan point to point yang baik," ucap Puput.
Puput juga bilang, Indonesia sudah memiliki berbagai modal dalam memenuhi standar karbon seperti lebih dari 25 prototipe EV termasuk kendaraan roda 2-3, produksi bus listrik, pembangunan fasilitas pengisian baterai, proses komunikasi dan pendidikan publik, maupun material mineral bahan komponen kendaraan listrik.
"Karena itu saatnya mempercepat pelaksanaan mandat yang ditetapkan oleh Presiden dengan menerbitkan standar karbon kendaraan, kebijakan fiskal dan roadmap. Target kebijakan ini untuk menekan emisi, mitigasi krisis iklim, memicu pertumbuhan green economy, mengendalikan beban pasokan BBM nasional dan menjaga surplus neraca perdagangan," terangnya.
KPBB juga menyoroti komitmen pemerintah dalam menggelontorkan subsidi Rp 7,8 triliun untuk subsidi kendaraan listrik sebanyak 1,2 juta unit motor listrik pada 2023.
"Subsidi kendaraan listrik harus dikanalisasi pada formulasi standar karbon dan feebate/rebate fiscal scheme agar tidak membebani APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," tutup Puput.