Sehingga harus dititipkan kepada para tim privatir yang seringkali tidak bisa menampung mereka.
Entah karena tidak punya kursi kosong ataupun karena para tim privatir ini sudah punya pembalap incarannya sendiri.
“Kami selalu berusaha, tapi untuk mengorbitkan pembalap Indonesia itu juga harus menunggu saat yang tepat dan itu hal yang sulit kami kontrol,” imbuhnya.
“Saat ini kami punya tim Yamaha VR46 Master Camp di Moto2 yang bisa jadi salah satu solusi, meskipun idealnya kami ingin pembalap tersebut naik bersama motor Yamaha juga karena motor Moto2 menggunakan mesin Triumph,” jelas Morimoto.
Hingga kini, dua ajang tertinggi yang pernah diikuti pembalap binaan YIMM adalah GP250/Moto2 melalui Doni Tata Pradita dan WorldSSP lewat Galang Hendra.
Selain itu, Morimoto menjelaskan bahwa infrastruktur juga masih menjadi masalah untuk mencari talenta atau pembalap dari Indonesia.
Pernah menjabat sebagai Presiden Yamaha Motor Deutschland GmbH (YMG), ia pun menjelaskan perbedaan antara mencari pembalap di Jerman dan Indonesia.
"YMG sudah sangat matang sistemnya baik itu untuk persiapan maupun mengolah ridernya, semangat balap yang keras namun adil juga sudah lumrah," kata Morimoto.
“Sementara di negara Asia pada umumnya, tidak hanya Indonesia, kami masih harus memperkenalkan kultur tersebut,” jelasnya.
Keadaan infrastruktur balap di Indonesia kini mulai membaik dengan adanya sirkuit Mandalika yang sudah berstandar internasional.
Hanya saja, Morimoto mengatakan bahwa Mandalika punya satu kekurangan yaitu sulit dijangkau dari Pulau Jawa yang saat ini masih menjadi pusat aktivitas.
"Makanya kami berharap sirkuit Sentul juga ada perbaikan, soalnya di sana banyak lubang," harap Morimoto.
“Kalau infrastruktur pendukung balap di Indonesia dimatangkan, potensinya sangat tinggi dan Yamaha pusat di Jepang juga terus memantau perkembangan balap di negara ini,” tutupnya.