Tentunya hal tersebut memunculkan dilema baru, terlebih dengan kondisi perekonomian masyarakat Bali yang belum pulih 100 persen.
"Kalau kami hitung dengan tarif tinggi dengan daya beli masyarakat yang masih rendah, nantinya kami bisa ditinggalkan dan masyarakat memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi atau lainnya," paparnya.
Lebih lanjut ia mengakatan hal ini jadi masalah yang harus dipecahkan bersama antara pemerintah dan pengusaha angkutan darat.
Soalnya daya beli masyarakat jadi poin utama yang harus jadi perhatian dalam menyesuaikan tarif angkutan.
Untuk itu nantinya Organda Bali berencana untuk melakukan pembahasan penyesuaian tarif bersama Dinas Perhubungan.
"Daya beli masyarakat juga jadi suatu komponen yang perlu diperhitungkan, sehingga bisa menentukan mana yang perlu disubdisi dan mana yang tidak," imbuh Eddy.
Eddy berharap ke depannya perekonomian di Bali bisa bertumbuh dan berkembang seperti sebelum pandemi Covid-19.
Apalagi dengan adanya gelaran KTT G20 pada November 2022 mendatang yang jelas bisa memberikan secercah harapan untuk perekonomian Pulau Dewata bisa mengalami peningkatan.
"Dengan sendirinya kenaikan-kenaikan (harga) ini nantinya tidak tertasa lagi kalau perekonomian sudah pulih, tapi dengan daya beli masyarakat yang masih rendah jelas beragam gejolak bakal muncul kalau terjadi kenaikan harga," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Imbas Rencana Kenaikan Pertalite Bagi Wisata Bali, Tarif Angkutan Diperkirakan Naik.