Hal ini dikarenakan aplikasi MyPertamina bisa di-setting untuk menentukan secara tepat konsumsi BBM subsidi bagi masing-masing konsumen.
Pendapat berbeda justru diungkapkan oleh Komaidi Notonegoro selaku Direktur Eksekutif Reforminer Institute.
Ia menuturkan penggunaan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi pada 2022, jika mekanisme penyalurannya tetap ke barang.
"Jelas kalau efektif 100 persen akan sulit dilakukan tapi ini upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan dampaknya saja, memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang," paparnya.
Sementara Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade menungkapkan dampak dari menipisnya BBM subsidi khususnya Pertalite sudah mulai terasa.
Masyarakat di beberapa wilayah Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Banda Aceh, Kalimantan Timur hingga Jawa Barat sudah mengeluhkan kelangkaan Pertalite di sejumlah SPBU.
"Jika kuotanya tidak ditambah maka kuota Pertalite hanya cukup sampai Septermber 2022, untuk itu pemerintah harus bergerak cepat bersama pihak-pihak terkait untuk mencari solusi permasalahan ini," ungkapnya.
Sebelumnya Irto Ginting selaku Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga menyebutkan kalau realisasi Pertalite sudah mencapai 14,2 juta KL hingga Juni 2022.
Padahal Pertamina sudah menentukan kuota Pertalite untuk 2022 sebanyak 23 juta KL.
"Sedangkan untuk realisasi Solar sudah mencapai 8,3 juta KL hingga Juni 2022, padahal kuotanya untuk 2022 sebanyak 14,9 juta KL," tuturnya, dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (31/07/2022).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kuota BBM Subsidi Menipis, Bisa Terjadi Kelangkaan Solar dan Pertalite?