Jadi tak ada proses pindah gigi dengan rasio tetap, bukan pakai CVT layaknya skutik yang rasionya bisa berubah secara otomatis.
Kalau XL100 ibaratnya naik motor bebek yang dikunci di salah satu gigi, tak bisa naik atau turun. Penyaluran tenaga ke roda pun khas motor bebek, pakai rantai.
Entah apa yang dipikirkan oleh bagian tim pengembangan mesin TVS, sehingga harus pakai transmisi single speed ini.
Kenapa enggak minimal 3 speed biar lebih fleksibel. Memang sih jadi simpel enggak perlu naik turun gigi, tapi jadi aneh ketika dikendarai.
Kalau dirasakan, karakter rasionya seperti naik Honda Revo yang nyangkut di gigi 2. Ketika awal jalan tak begitu enteng, terasa agak berat.
Lalu setelah lebih dari 35 km/jam mesin akan menggerung seperti minta naik ke gigi lebih tinggi yang tentu saja tidak bisa dilakukan.
Karena semakin tinggi kecepatan juga semakin tinggi putaran mesin, di kecepatan 40 km/jam muncul getaran yang begitu terasa di area pijakan kaki.
Gejala tersebut terus terasa sampai kecepatan puncak yang ternyata mentok sekitar 55 km/jam saja.