GridOto.com - Jumlah penonton jadi salah satu tolok ukur akan sukses atau tidaknya sebuah event, termasuk ajang road race.
Kalau penontonnya banyak sudah pasti gelaran itu sukses, begitu pula sebaliknya.
Tapi beda cerita kalau penonton yang datang membludak, dan parahnya lagi mereka pada nekat.
Apalagi di Indonesia masih banyak sirkuit yang boleh dibilang kurang memadai untuk urusan safety.
Paristiwa itu pernah terjadi di awal era 2000 tepatnya di 2001, saat event road race tengah digilai masyarakat.
Bahkan event road race kerap memanfaatkan sirkuit dadakan, atau istilahnya sirkuit pasar senggol.
Kala itu event bertajuk Inter Biru Open Road Race (IBORR) dihelat di Purwokerto, Minggu (4/2/2001).
Jumlah penonton yang membludak ternyata membuat banyak pembalap dan penonton jumpalitan.
Bayangkan, di sisi trek sepanjang 1 km di kawasan GOR Satrio, Purwokerto, dijejali penonton sampai ada yang jongkok di bibir trek.
Maklum saja, saat itu ada sederet pembalap papan atas seperti Hendriansyah, Felix JY, Bima Aditya, juga 'Ompong' Jayadi sebagai starter.
"Enggak masalah desak-desakkan, pokoke bisa melihat aksi Hendrianysah," ujar Irawan, penonton asal Purwokerto, dikutip dari tabloid Otomotif edisi 40/X Senin, 12 Februari 2001.
Inilah yang kurang dapat atensi dari panitia, yang sukses meraup penonton, tapi tak dibarengi peningkatan segi keselamatan dan kenyamanan pembalap.
Keberadaan penonton ini jelas cukup mengganggu pembalap.
"Penonton yang berdiri di sisi chicane menghalangi pandangan, sulit meraba kapan saat yang tepat menikung di belokan patah," kata Arya Dwi M dari Tim ART.
Memang soal keamanan panitia sudah berusaha memasang pagar besi.
Tapi itu cuma dipasang selepas tikungan pertama hingga chicane, bukannya di seluruh trek.
Makanya banyak penonton yang bisa lolos, bahkan mondar-mandir di bibir trek.
Bahkan ada yang nekat nongkrong di atas karung pembatas.
Akhirnya peristiwa nahas terjadi juga.
Ngebut di atas trek yang bumpy, salah satu pembalap nyusruk dan menghantam karung pembatas.
Penonton yang ada di sekitarnya pun mau tak mau ikut diterjang.
Bahkan ada yang jadi korban akibat tertabrak saat menyeberang trek.
Herannya, setelah kejadian itu, penonton lain masih saja cuek dan mondar-mandir juga nongkrong di sekitar trek.
Kok bisa ya penonton jaman dulu nekat-nekat gini?