GridOto.com - Saat akhir pekan hingga libur tahun baru, kawasan Puncak Bogor di Jawa Barat menjadi salah satu lokasi wisata yang ramai dikunjungi.
Selain banyak memiliki destinasi wisata, kawasan Puncak Bogor juga dikenal dengan udaranya yang sejuk serta alam yang cukup asri.
Tapi tahukah kalian jika Kawasan Puncak Bogor memiliki sejarah panjang yang kelam sekaligus menarik?
Menurut JJ Rizal, Sejarawan Jakarta, penemuan Kawasan Puncak Bogor bermula dari wabah penyakit mengerikan di sebuah wilayah yang kini dikenal sebagai Jakarta.
"Bermula dari tiga abad lalu di tahun 1733, Kota Benteng yang dulu bernama Batavia mengalami wabah aneh berupa demam lalu mati mendadak yang kini dikenal dengan nama Malaria," ujarnya saat konferensi pers virtual Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) beberapa waktu lalu.
Rizal mengatakan, wabah Malaria membuat kaum elit pergi keluar Batavia ke wilayah selatan untuk mendirikan tempat peristirahatan yang berupa resort.
"Dengan kondisi wabah mengerikan ini, orang-orang elit Batavia bergeser ke wilayah Selatan meninggalkan Kota Benteng Batavia pada tahun 1740 sampai 1745. Hal ini digagas oleh Gubernur Baron Van Imhoff," ucapnya.
Karena Malaria waktu itu belum diketahui penyembuhannya, Van Imhoff memutuskan membuka ruang pengobatan alternatif hingga ke wilayah Bogor.
Baca Juga: Catat Tanggalnya Jangan Sampai Terjebak Macet, Ini Prediksi Puncak Arus Balik Natal-Tahun Baru 2022
Baca Juga: Penting Buat Ada di Mobil, Inilah Sejarah Ditemukannya Airbag
"Di tengah ketidaktahuan penyakit Malaria ini, Van Imhoff mencari alternatif pengobatan dengan memindahkan rumah tinggal para elit dengan membangun resort yang mengarah ke selatan Batavia," kata Rizal.
Alasannya menurut Rizal, karena alamnya semakin ke Selatan semakin baik ketimbang di Batavia.
Rizal menyebut, tempat yang kini jadi Istana Bogor merupakan titik awal ditemukannya Puncak.
"Lalu rumah peristirahatan yang dibangun misalnya ada di Cimanggis, Depok yang dibuat Gubernur Jendral Van Der Varra hingga rumah peristirahatan Baron Van Imhoff yang kini menjadi Istana Bogor yang dulu bernama Buitenzorg alias Bogor," ungkapnya.
Wilayah Bogor yang dulu sangat asri, membuat Van Imhoff mendirikan tempat pengobatan alternatif semacam Spa.
"Sebagai keturunan Jerman, Van Imhoff mengimpor sistem pemulihan kesehatan alternatif dengan Spa di lingkungan yang alami, sehat dan udaranya sangat baik di tempat yang sekarang kita kenal bernama Kawasan Puncak. Sementara udara di Batavia begitu bau busuk dan pengap saat Malaria mewabah," tutur Rizal.
Singkat cerita ia mengungkapkan, Bogor dan Kawasan Puncak lambat laun berkembang menjadi ruang penelitian para ilmuwan untuk menemukan obat Malaria.
"Pada 1815, Raja Belanda Willem I mengirim Botanicus Belanda untuk menjajaki dan menggali potensi perkebunan di Bogor, tepatnya di rumah Baron Van Imhoff. Hal ini berlanjut hingga dibentuknya Kebun Raya Bogor untuk tempat penelitian," ungkap Rizal.
Baca Juga: Ganjil-Genap Tetap Berlaku di Puncak Bogor Hingga Tahun Baru 2022, Ditambah Ada Pengalihan Arus
"Lalu ramainya aktivitas para ilmuwan di Kebun Raya Bogor berujung dibukanya Kebun Raya Cibodas di daerah Puncak, yang akhirnya jadi tempat ditemukannya obat Malaria dari pohon Kina pada 1845," sambung Rizal.
Kerja Rodi di Medan Berat Hingga Ratusan Ribu Pekerja Meninggal
Ia menuturkan, dibuatnya Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas tentunya tak terlepas dari akses jalan yang dibuat Gubernur Jendral Belanda yang terkenal dengan sistem Kerja Rodi.
"Tempat penelitian ini dapat berkembang sejalan dengan infrastruktur Jalan Raya Pos yang kini dikenal dengan Jalan raya Puncak Pas yang digagas Herman Willem Daendels," jelas Rizal.
Beratnya medan dan ketinggian wilayah Puncak, akhirnya harus dibayar mahal dengan banyaknya jumlah korban dari kalangan buruh yang membuat Jalan Raya Pos.
"Sebab Daendels tidak meneruskan jalan yang sudah ada namun membuka jalan baru Puncak di medan yang berat hingga ketinggian 1.408 MDPL di kawasan Megamendung, Puncak," papar Rizal.
"Proyek ini mengakibatkan jatuhnya 500 ribu lebih korban meninggal dari kalangan buruh Sunda dan Jawa," sambungnya.
Perkembangan Puncak Sebagai Lokasi Wisata Alam Hingga Pelacuran
Rizal bercerita, hadirnya akses jalan membuat Kawasan Puncak tereksploitasi karena berkembang menjadi lokasi wisata dan perkebunan teh.
"Dari lukisan karya Raden Saleh setelah 70 tahun Daendels berkuasa pada 1871, menggambarkan munculnya perkampungan baru dan adanya warung kopi Mak Nina yang menyediakan penginapan dan kompleks pelacuran di Puncak," sebut Rizal.
Baca Juga: Dukung Wisata Bermotor, KA Logistik Bisa Kirim Motor, Ada Diskonnya Lho, Ini Syaratnya
Peralihan Kawasan Puncak Sebagai Tempat Penelitian Hingga Destinasi Wisata
Akhir abad 19 jelang abad 20, investasi perkebunan teh yang akhirnya menjadi aset Kawasan Puncak.
Sementara Rizal berujar, pada 1937 pariwisata makin berkembang sedangkan aktivitas ilmuwan telah menurun.
"Hal ini berdampak pada pembukaan lahan perkebunan yang menggusur hutan di Puncak sekaligus banyak didirikannya hotel dan resort di Puncak," terangnya.
Rizal menilai, hal tersebut membuat Puncak yang kian asri dan berfungsi sebagai wilayah resapan air berubah menjadi ikon wisata kota Batavia.
"Puncak yang dieksploitasi menjadi kawasan wisata dan perkebunan membuat Jakarta terkena bencana alam berupa banjir. Sebab wilayah Puncak tak optimal lagi sebagai kawasan hijau penyerap air saat hujan," ungkap Rizal.
Rizal menambahkan, Kawasan Puncak yang kini sering macet merupakan penerusan ulah Belanda yang menjadikan kawasan asri menjadi tempat wisata.
"Dari kejadian tiga abad ini, Batavia yang sumpek dan pengap akibat Malaria menjadikan Kawasan Puncak Bogor berubah menjadi ruang untuk pergi dan jadi lokasi penyembuhan," katanya lagi.
"Lalu ketika kekuasaan Belanda sirna dari Indonesia, puncak semakin dieksploitasi dan kita mewarisi itu sampai saat ini," tutupnya.
Baca Juga: Ini Jenis ETLE Mobile yang Siap Buru Pelanggar Lalu Lintas di Tol Saat Tahun Baru
Nah bagi kalian yang mau berwisata ke Puncak Bogor saat libur tahun baru 2022, Satlantas Polres Bogor menerapkan uji coba ganjil genap selama 24 jam penuh di ruas Jalan Raya Puncak.
Pengamanan ektra ketat juga diterapkan oleh petugas gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, Dishub, dan Satpol PP Kabupaten Bogor.
Selain itu, wisatawan yang hendak menuju kawasan Puncak Bogor juga wajib memperlihatkan sertifikat vaksin dan bukti hasil tes negatif rapid antigen yang berlaku 1x24 jam.