Pengamat Transportasi Sentil Transjakarta Karena Sering Kecelakaan, Berhenti Jadi Operator Bus dan Benahi Pelayanan

Muhammad Ermiel Zulfikar - Minggu, 12 Desember 2021 | 19:35 WIB

Sebuah bus Transjakarta menabrak pos polisi di Koridor 5 jurusan Pusat Grosir Cililitan (PGC)-Harmoni. (Muhammad Ermiel Zulfikar - )

GridOto.com - PT Transjakarta (TJ) belakangan ini menjadi sorotan publik, lantaran sederet kecelakaan yang dialami armada bus mereka.

Selama periode Januari hingga Oktober 2021, tercatat ratusan kasus kecelakaan yang melibatkan armada bus Transjakarta hingga memakan korban.

Padahal jika melihat kondisi armada bus yang dimiliki saat ini, bisa dibilang jauh lebih baik dan punya sederet fitur canggih yang mampu mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Buntut dari peristiwa tersebut menimbulkan sorotan tajam dari beberapa kalangan, termasuk pengamat transportasi yang meminta adanya perombakan dalam manajemen Transjakarta.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menegaskan Transjakarta seharusnya tidak usah ikut menjadi operator.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut sebaiknya lebih berfungsi sebagai wasit pelayanan, mengawasi seluruh persyaratan dan aturan main yang sudah ditetapkan.

"Para operator yang melakukan kontrak kerja dengan Transjakarta itulah jadi pemain yang diawasi atau diwasiti oleh mereka," ujar Djoko dalam siaran resminya yang diterima GridOto.com, Sabtu (11/12/2021).

Djoko menekankan, Transjakarta harus adil dan disiplin dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ada dalam melakukan pengawasan aturan main tersebut.

Baca Juga: Kerap Terjadi Kecelakaan, KNKT Lakukan Audit TransJakarta Selama Dua Pekan

Baca Juga: Kecelakaan Terus Berulang, KNKT Audit Semua Bus TransJakarta

"Jika Transjakarta sendiri ikut jadi pemain, bukan tidak mungkin pengawasan dan aturan main jadi memiliki standar ganda yang bisa menjadi tidak adil dalam melaksanakan tugasnya, karena menjadi ambiguity," tutur Djoko lagi.

Lanjut menurut Djoko, saat ini Transjakarta menjadi pengawas sekaligus sebagai operator yang harus mencari keuntungan.

Aturan yang berlaku seringkali melunak karena standar ganda tersebut, hingga menganakemaskan Transjakarta sebagai operator dengan memberikan prioritas lebih.

"Misalnya dengan menempatkan armadanya pada rute yang panjang dan lebih toleran (lebih kendor) terhadap aturan yang ada," papar Joko.

Sementara berlaku sebaliknya, operator lain justru lebih ditekan pada disiplin sampai sekecil-kecilnya.

"Bila terjadi pelanggaran langsung diberi penalti," kata Djoko.

Djoko menambahkan, Transjakarta sebaiknya memahami kapasitas serta tugasnya yang saat ini semakin besar dan majemuk.

Apabila fokus terhadap peran serta fungsi yang sesuai kapasitas, bukan tidak mungkin ke depannya dapat mencegah terjadinya hal-hal buruk.

"Kerja Transjakarta sebagai wasit pelayanan menjadikan konsentrasinya buyar, karena harus terbagi dengan tugas sebagai operator," ungkap Djoko.

"Organisasi TJ menjadi besar, SDM juga tambah banyak dan anggaran semakin besar. Urusan juga semakin majemuk (urus bus, urus tenaga kerja, urus bengkel, urus pool bus, urus diklat, dll)," pungkasnya.