Baca Juga: Kecelakaan Terus Berulang, KNKT Audit Semua Bus TransJakarta
"Jika Transjakarta sendiri ikut jadi pemain, bukan tidak mungkin pengawasan dan aturan main jadi memiliki standar ganda yang bisa menjadi tidak adil dalam melaksanakan tugasnya, karena menjadi ambiguity," tutur Djoko lagi.
Lanjut menurut Djoko, saat ini Transjakarta menjadi pengawas sekaligus sebagai operator yang harus mencari keuntungan.
Aturan yang berlaku seringkali melunak karena standar ganda tersebut, hingga menganakemaskan Transjakarta sebagai operator dengan memberikan prioritas lebih.
"Misalnya dengan menempatkan armadanya pada rute yang panjang dan lebih toleran (lebih kendor) terhadap aturan yang ada," papar Joko.
Sementara berlaku sebaliknya, operator lain justru lebih ditekan pada disiplin sampai sekecil-kecilnya.
"Bila terjadi pelanggaran langsung diberi penalti," kata Djoko.
Djoko menambahkan, Transjakarta sebaiknya memahami kapasitas serta tugasnya yang saat ini semakin besar dan majemuk.
Apabila fokus terhadap peran serta fungsi yang sesuai kapasitas, bukan tidak mungkin ke depannya dapat mencegah terjadinya hal-hal buruk.
"Kerja Transjakarta sebagai wasit pelayanan menjadikan konsentrasinya buyar, karena harus terbagi dengan tugas sebagai operator," ungkap Djoko.
"Organisasi TJ menjadi besar, SDM juga tambah banyak dan anggaran semakin besar. Urusan juga semakin majemuk (urus bus, urus tenaga kerja, urus bengkel, urus pool bus, urus diklat, dll)," pungkasnya.