Sinergi Besar Dibutuhkan Agar Kendaraan Listrik Nasional Tak Tertinggal Dengan Negara Tetangga, Ini Sumber Masalahnya

Harun Rasyid - Rabu, 1 Desember 2021 | 18:30 WIB

Mobil Listrik Nogogeni 6 Evo Buatan Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya (Harun Rasyid - )

GridOto.com - Indonesia disebut mampu menjadi raja kendaraan listrik dunia jika pembangunan industri komponen, pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) dan langkah konversi bisa cepat digerakkan.

"Namun jika hal itu tidak dilaksanakan, Indonesia hanya akan menjadi negara perakit kendaraan listrik," ujar Ricky Elson, Founder Lentera Bumi Nusantara sekaligus Ilmuan yang memegang hak paten motor listrik, belum lama ini di Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2021.

Menanggapi pernyataan Ricky, Kadek Heri Sanjaya dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengakui, pembuatan kendaraan listrik nasional memiliki hambatan besar.

"Hambatan ini adalah bersinergi secara besar atau untuk mengesampingkan ego secara sektoral," ujarnya dalam seminar di IEMS.

Menurut Kadek, kualitas dan kuantitas SDM di Indonesia jika mampu bersinergi secara besar, dinilai mampu membuat kendaraan listrik nasional yang diperhitungkan dunia.

"Namun jika bicara perakitan kendaraan listrik saja, 10 orang siswa SMK itu sudah mampu karena kendaraan listrik komponennya sedikit dibanding kendaraan konvensional," ucapnya.

Tapi untuk membuat industri komponen kendaraan listirk di dalam negeri, Kadek menilai harus banyak pakar semisal lulusan S3 yang terlibat.

"Sebab pembuatan kendaraan listrik harus menggabungkan beragam potensi dari universitas, lembaga riset hingga industri yang harus dilibatkan. Jadi semua pihak harus betul-betul bekerja sama," kata Kadek.

Baca Juga: Dorong Langkah Konversi, Ricky Elson Sebut Potensi Indonesia Jadi Raja Kendaraan Listrik atau Cuma Jadi Negara Perakit

Baca Juga: Nogogeni 6 Evo, Mobil Listrik yang Bisa Tembus 187,17 Km per kWh

Ia menyebut, vendor teknologi kendaraan listrik dari pihak industri juga mensyaratkan banyaknya pihak yang terlibat dalam produksi.

"Ketika mau melangkah misalnya membuat kendaraan listrik otonom (KLO) yang canggih dan menarik, vendor untuk men-development sekaligus suplier komputer dan software KLO ini akan ragu kalau mau bekerja sama dengan pihak yang hanya melibatkan puluhan atau ratusan orang," ungkap Kadek.

"Jadi mereka bilang harusnya ada ribuan orang untuk membuat kendaraan listrik maupun KLO," sambungnya.

Muhammad Ermiel Zulfikar/GridOto.com
Navya, Kendaraan otonomous asal Prancis yang pernah diboyong Telkomsel ke Indonesia untuk perhelatan Asian Games


Sebagai dampaknya Kadek menganggap, Indonesia bisa terus tertinggal jika segenap pihak tidak bersinergi bersama untuk pembuatan kendaraan listrik nasional.

"Negara tetangga sudah mulai berhasil membuat mobil listrik misalnya Thailand punya Tuk-tuk Otonom yang sudah diriset sekarang, Vietnam punya VinFast dengan mobil listrik biasa dan otonomnya juga sudah berjalan dan Singapura punya Scot," terangnya.

"Jadi sebenarnya Indonesia dengan negara tetangganya bisa saja ketinggalan. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita bisa melibatkan sebanyak mungkin institusi dan SDM yang terhitung besar jumlahnya," papar Kadek lagi.

Ia menambahkan, sinergi secara besar akan merealisasikan peluang Indonesia untuk membuat kendaraan listrik nasional. 

"Bersinergi untuk mengesampingkan ego sektoral tujuannya agar aliran pengetahuan kendaraan listrik meluas kemana pun. Dari situ lah muncul bibit-bibit masa depan yang bisa menghadirkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dan KLO," tutupnya.