“Kalau dulu lebih otodidak, saya kalau mau belajar teknik balap ya paling banter belajar dari teman atau melihat gaya balap lawan saya,” kenangnya.
Ia menilai, segala hal tersebut membuat para pembalap Indonesia tidak hanya bisa memulai karier lebih awal.
Namun juga memiliki skill yang jauh lebih matang dibandingkan ketika saat ia dan para pembalap seangkatannya merintis karier.
Hanya saja, perkembangan zaman yang membuat umur pembalap jadi semakin muda juga membawa kesulitan-kesulitan tersendiri.
“Terutama dari segi biaya, karena kebutuhan untuk balapan anak itu semakin banyak dan harga-harganya juga cenderung lebih tinggi,” tukas Hendri.
Selain itu, pembagian kelas-kelas balapan juga harus memikirkan jarak umur para peserta yang semakin lebar akibat pembalap-pembalap belia tadi.
“Di Indonesia sudah cukup bagus karena jarak umur di kelas-kelas kejurnas itu tidak terlalu jauh, karena kalau umur dan pengalamannya terlalu jauh pasti kompetisinya timpang,” ujarnya.
Meskipun begitu, Hendri menganggap masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk membuat pembibitan pembalap muda di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
“Harus makin banyak event di kelas anak-anak untuk membangun jam terbang mereka, karena cara terampuh untuk mengasah skill pembalap itu ya kompetisi,” katanya.
“Karena untuk anak-anak itu hal terpenting bukan masalah menang atau kalah, tapi belajar berkompetisi,” tutup Hendri.