GridOto.com - Pandemi Covid-19 yang sudah melanda Indonesia selama nyaris dua tahun lamanya membawa dampak bagi berbagai bisnis yang ada Tanah Air.
Termasuk untuk industri otomotif Indonesia yang tidak hanya diisi oleh para produsen motor dan mobil.
Melainkan juga sektor aftermarket yang salah satunya diisi oleh PT Laris Chandra selaku distributor resmi merek car care STP dan Turtle Wax.
Stanley Tjhie, Brand Development Manager untuk PT Laris Chandra mengatakan bahwa tantangan terbesar yang mereka hadapi selama pandemi adalah mencari cara untuk tetap relevan.
Terutama dari segi harga, suatu hal yang tidak mudah mengingat harga berbagai bahan baku untuk produk-produk otomotif masih terus fluktuatif sejak awal pandemi pada 2020 lalu.
“Sejak tahun lalu kan harga bahan baku seperti bahan kimia atau plastik itu sangat tidak menentu,” ujar pria yang akrab disapa Stanley itu kepada GridOto.com, Kamis (9/9/2021).
“Itu membuat kami terus mencari cara bagaimana kami bisa mengendalikan hal tersebut agar para mitra tetap bisa memuaskan konsumen,” tambahnya.
Salah satu cara yang dilakukan figur kelahiran Jakarta pada 1989 ini adalah dengan memberikan berbagai program penjualan kepada para mitra mereka.
Memindahkan fokus aktivitas marketing dari kegiatan berbasis offline menjadi online, sebuah hal yang dikatakan Stanley kepada para mitra retail PT Laris Chandra.
Juga bekerja sama dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang home service.
Tapi tidak hanya tantangan, Stanley juga melihat banyak peluang yang bisa jadi tidak akan muncul jika tidak terjadi pandemi.
Salah satunya adalah perubahan tren car care Do It Yourself (DIY) yang tadinya didominasi oleh perawatan eksterior dan interior, kini mulai merambah ke sektor mesin.
“Hasilnya produk-produk perawatan mesin seperti injector cleaner dan petrol treatment dari STP juga banyak dicari,”ujar pria yang suka makan ketoprak itu.
“Itu di luar penjualan produk-produk car care untuk eksterior dan interior dari Turtle Wax juga,” imbuhnya.
Selain perubahan tren, figur yang tertarik dengan dunia IT itu mengatakan bahwa pandemi juga menjadi peluang bagi para perusahaan untuk memperbaiki diri.
Bukan hanya bicara soal menciptakan produk yang lebih relevan dengan kebutuhan konsumen, melainkan juga dari segi organisasi.
Pasalnya, pandemi Covid-19 memaksa seluruh pelaku bisnis untuk berinovasi agar bisa tidak ‘tenggelam’ di tengah rundungan kondisi ekonomi yang masih belum kembali seperti sedia kala.
“Saya rasa semua perusahaan yang bisa bertahan melewati pandemi yang sudah 2 tahun berjalan ini akan lebih kuat, lebih inovatif, dan lebih cepat bergerak,” ujar Stanley.
“Bukan hanya dari segi produk, karena tidak terlalu banyak juga yang bisa diubah dalam kondisi pandemi seperti ini,” tambah pria yang hobi fotografi itu.
“Tapi secara internal, operasional, dan hal-hal lain yang mungkin tidak terlihat oleh konsumen akhir,” tutupnya.