Ia mendapatkan informasi dari beberapa desa yang sudah melakukan musyawarah bersama pihak-pihak terkait proyek jalan tol, bahwa tanaman mereka dipatok dengan harga rendah.
Padahal saat lahan milih Nugroho terdampak pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi), tanaman yang ada di sana dihargai tinggi dan dihitung satuan.
"Saat itu standarnya harga pohon sengon dihargai Rp 75.000-Rp 100.000. Tapi ini dihargai Rp 4.000-Rp 5.000 saja,"jelasnya.
Secara terpisah, Kepala BPN Klaten, Agung Taufik Hidayat menuturkan bahwa timnya sudah melakukan audiensi sebanyak dua kali dengan para pemilik lahan terdampak.
Baca Juga: Pembangunan Fisik Jalan Tol Yogyakarta-Solo di Klaten Akan Dimulai, Pembebasan Lahan Sudah Selesai?
"Tapi untuk Desa Borangan kami belum lakukan musayarawah pembahasan bentuk ganti kerugian," paparnya.
Agung menambahkan, penilaian uang ganti kerugian merupakan wewenang Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
"Kami semua tergantu tim appraisal karena KJPP yang menilai. Keputusan appraisal itu mengikat dan final," ucapnya.
Terkait penilaian harga tanaman, ia membeberkan bahwa nominalnya akan berbeda-beda tergantun dari jenis dan ukurannya.
"Enggak mungkin sama. Harga tanaman itu beda-beda sesuai diameter pohonnya," pungkas Agung.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Sejumlah Warga Terdampak Tol Yogyakarta-Solo Boyong Pohon Pisang dan Pohon Sengon ke BPN Klaten.