GridOto.com - Pemerintah telah meresmikan kebijakan pemberian insentif untuk industri otomotif Indonesia berupa pemotongan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Insentif pemotongan tarif PPnBM untuk pembelian mobil baru tersebut akan berlaku mulai 1 Maret 2021 mendatang untuk segmen kendaraan 1.500 cc ke bawah berpenggerak 4x2 yang diproduksi di dalam negeri atau CKD (Completely Knocked Down).
Seperti kebijakan pemerintah lainnya, pemberian insentif pemotongan tarif PPnBM untuk pembelian mobil baru tersebut juga menuai pro dan kontra.
Salah satu yang tidak setuju dengan pemberian insentif tersebut adalah Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB).
Baca Juga: Kemenkeu Siapkan PMK Untuk Relaksasi Pajak PPnBM Mobil Baru 0 Persen
Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif KPBB mengatakan, kebijakan pemotongan tarif PPnBM tidak logis dan tidak efektif dalam mendongkrak penjualan mobil baru.
“Kebijakan ini tidak akan efektif karena selama pandemi, kebutuhan mobilitas masyarakat Indonesia juga menurun,” ucapnya dalam konferensi virtual, Selasa (16/2/2021) malam lalu.
Pandemi Covid-19 juga membuat tingkat kesejahteraan serta daya beli masyarakat menurun, membuat mereka menggeser prioritas dari membeli kendaraan baru.
“Mau diberikan potongan PPnBM pun mereka tetap tidak akan greget. Masa sedang tidak punya uang disuruh membeli mobil baru? ” tanya pria yang akrab disapa Puput itu.
Baca Juga: Banyak yang Penasaran soal Insentif PPnBM, Konsumen Toyota Tunda Beli Mobil?
Selain keadaan ekonomi, Puput mengatakan bahwa insentif pemotongan tarif PPnBM juga bisa menimbulkan beberapa kerugian lainnya terutama dari segi lingkungan hidup.
Seperti kenaikan konsumsi BBM dan polusi udara secara nasional apabila jumlah kendaraan bermotor kembali naik akibat kebijakan tersebut.
“Ini juga membangkang dari perpres 22/2017, perpres 55/2019, dan perpres 73/2019 tentang percepatan persebaran kendaraan ramah lingkungan,” tukas Puput.
Pasalnya, kendaraan ramah lingkungan seperti kendaraan listrik dan hybrid yang punya banderol cenderung lebih mahal akan semakin sulit bersaing dengan kendaraan konvensional apabila insentif tadi diberlakukan.
Terlebih lagi, Puput mengatakan bahwa kebijakan pemotongan tarif PPnBm tidak akan efektif karena pasar otomotif sendiri sudah mulai jenuh akan kendaraan bermotor sejak 2011.
“Data penjualan kendaraan bermotor konvensional atau ICE itu sudah menunjukkan tren penurunan sejak 2009 hingga saat ini,” ucapnya.
“Jadi jenuh itu bukan karena pandemi saja, dari dulu pun sudah minat masyarakat untuk membeli kendaraan sudah mulai menurun,” imbuh Puput.
“Makanya kalau kebijakan pemotongan tarif PPnBM untuk pembelian mobil baru ini dirasa cukup untuk membalikkan tren penurunan tadi, saya pikir itu kebijakan yang tidak rasional,” pungkasnya.