Pasalnya, kandungan sulfur dalam keempat jenis BBM tersebut sudah tidak lagi sesuai dengan standar emisi kendaraan Euro 3 maupun Euro 4 yang diadopsi Indonesia.
“Jadi, kedepannya produsen BBM cukup memproduksi dua jenis bensin yaitu RON minimal 91 dan 95 dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm,” jelas Puput.
“Serta dua jenis solar dengan cetane 51 atau 53 dengan kandungan sulfur maksimal 300 ppm dan 50 ppm, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” imbuhnya.
Ia mengatakan, pengetatan emisi kendaraan dan penghapusan BBM kotor pada akhirnya pun akan turut membantu produsen BBM dan industri otomotif di Indonesia.
Baca Juga: Bukti Pasar Otomotif Indonesia Masih Menarik di Mata Pengusaha Asing
Karena baik produsen BBM maupun industri otomotif di Indonesia.akan terjaga dari berbagai disrupsi akibat tren bahan bakar dan kendaraan secara global
Diantaranya mesin bakar (ICE) yang semakin bersih dan efisien seiring berjalannya waktu, serta kedatangan mobil listrik berbasis baterai (EV).
“Kalau kita tidak mengadopsi standar yang sama, maka industri minyak dan otomotif Indonesia akan tergilas oleh produk-produk dari luar negeri yang akan masuk ke sini,” ujar Puput.
“Itulah mengapa kita harus mencari cara untuk bisa memproduksi BBM dan kendaraan yang lebih bersih lagi agar tetap eksis,” pungkasnya.