Dikenal Sering Macet Saat Liburan, Begini Sejarah Kawasan Puncak Bogor Sejak 3 Abad Lalu

Harun Rasyid - Rabu, 30 Desember 2020 | 07:35 WIB

Ilustrasi Kawasan Puncak, Jawa Barat yang kini sering macet saat liburan. (Harun Rasyid - )

GridOto.com - Saat libur akhir pekan maupun akhir tahun seperti sekarang, kawasan Puncak di Bogor, Jawa Barat, jadi salah satu destinasi wisata yang ramai digandrungi masyarakat.

Namun tahukah kalian jika Kawasan Puncak memiliki sejarah yang kelam sekaligus menarik.

Menurut JJ Rizal, Sejarawan Jakarta, Kawasan Puncak bermula karena wabah penyakit yang mengerikan di kota yang kini dikenal sebagai Jakarta.

"Bermula dari tiga ratusan tahun lalu di tahun 1733, Kota Benteng yang dulu bernama Batavia mengalami wabah aneh berupa demam lalu mati mendadak yang kini dikenal dengan nama Malaria," ujar Rizal saat konferensi pers virtual Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Selasa (29/12/2020).

Baca Juga: Hampir Terlupakan, Ini Sejarah Tol Wiyoto Wiyono, Tol Layang Terpanjang Kedua Setelah Tol Japek II

Rizal mengatakan, kondisi wabah Malaria membuat kaum elit pergi meninggalkan Batavia ke wilayah selatan untuk mendirikan tempat peristirahatan berupa resort.

"Dengan kondisi wabah mengerikan ini, orang-orang elit Batavia bergeser ke wilayah Selatan meninggalkan Kota Benteng Batavia pada tahun 1740 sampai 1745. Hal ini digagas Gubernur Baron Van Imhoff," ucapnya.

Kompasiana.com
Ilustrasi wabah Malaria di Batavia


Karena Malaria waktu itu belum diketahui penyembuhannya, Van Imhoff memutuskan membuka ruang alternatif pengobatan hingga ke wilayah Bogor.

"Di tengah ketidaktahuan penyakit ini, Van Imhoff mencari alternatif pengobatan dengan memindahkan rumah tinggal para elit dengan membangun rumah peristirahatan atau resort yang mengarah ke selatan Batavia karena alamnya semakin ke Selatan semakin baik ketimbang Batavia," sambung Rizal.

Baca Juga: Video Kecelakaannya Viral di Medsos, Inilah Sejarah Mitsubishi L300 di Indonesia Sob

Rizal menyebut, tempat yang kini jadi Istana Bogor merupakan titik awal ditemukannya Puncak.

"Rumah peristirahatan yang dibangun misalnya ada di Cimanggis, Depok yang dibuat Gubernur Jendral Van Der Varra hingga rumah peristirahatan Baron Van Imhoff yang kini menjadi Istana Bogor yang dulu dikenal di wilayah Buitenzorg alias Bogor," ungkapnya.

BPTJ
Ilustrasi kota Batavia dan tempat peristirahatan di Puncak era penjajahan Belanda


Wilayah Bogor yang dulu sangat asri, membuat Van Imhoff mendirikan tempat pengobatan alternatif semacam Spa.

"Sebagai keturunan Jerman, Van Imhoff mengimpor sistem pemulihan kesehatan alternatif dengan Spa di lingkungan yang alami, sehat dan udaranya sangat baik di tempat yang sekarang kita kenal dengan Kawasan Puncak. Sementara udara di Batavia begitu bau busuk dan pengap saat Malaria mewabah," tutur Rizal.

Baca Juga: Kilas Balik Sejarah Yamaha Mio Series di Indonesia, Kalian Punya yang Mana?

Singkat cerita, ia mengungkapkan, Bogor dan Kawasan Puncak lambat laun berkembang menjadi ruang penelitian para ilmuwan untuk menemukan obat Malaria.

"Tahun 1815 Raja Belanda Willem I mengirim Botanicus Belanda untuk menjajaki dan menggali potensi perkebunan di Bogor, tepatnya di rumah Baron Van Imhoff hingga munculnya Kebun Raya Bogor untuk tempat penelitian," ungkap Rizal.

"Lalu ramainya aktivitas para ilmuwan di Kebun Raya Bogor berujung dibukanya Kebun Raya Cibodas di daerah Puncak yang akhirnya ditemukannya obat Malaria dari pohon Kina di tempat tersebut tahun 1845," sambung Rizal.

Baca Juga: Peringati Ulang Tahun ke-74 DAMRI Makin Serius Kelola Bus Listrik, Sudah Tahu Belum Sejarah dan Kepanjangan DAMRI?

Ia menegaskan, dibuatnya Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas tentunya tak terlepas dari akses jalan yang dibuat Gubernur Jendral Belanda yang terkenal dengan sistem Kerja Rodi.

"Tempat penelitian ini dapat berkembang sejalan dengan infrastruktur Jalan Raya Pos yang kini dikenal dengan Jalan raya Puncak Pas yang digagas Herman William Daendels," jelas Rizal.

Tribunnewsbogor.com / Naufal Fauzy
Ilustrasi Jalan Raya Puncak di Bogor saat ini.


Beratnya medan dan ketinggian wilayah Puncak, akhirnya harus dibayar mahal dengan banyaknya jumlah korban dari kalangan buruh yang bekerja membuat Jalan Raya Pos.

"Daendels tidak meneruskan jalan yang sudah ada namun membuka jalan baru Puncak membuka jalan baru di medan berat hingga ketinggian 1.408 MDPL di kawasan Megamendung, Puncak. Proyek ini mengakibatkan jatuhnya 500 ribu lebih korban meninggal dari kalangan buruh Sunda dan Jawa," papar Rizal.

Baca Juga: Penting Buat Meminimalisir Cedera Saat Kecelakaan, Inilah Sejarah Airbag yang Dimulai Sejak 1952

Ia bercerita, hadirnya akses jalan membuat Kawasan Puncak tereksploitasi karena berkembang menjadi lokasi wisata dan perkebunan teh.

"Dari lukisan karya Raden Saleh setelah 70 tahun Daendels berkuasa di tahun 1871, menggambarkan munculnya perkampungan baru dan adanya warung kopi Mak Nina yang juga menyediakan penginapan dan kompleks pelacuran di Puncak," sebut Rizal.

BPTJ
Lukisan dengan objek Wilayah Puncak karya Raden Saleh


"Akhir abad 19 jelang abad 20, investasi perkebunan teh yang menjadi aset Kawasan Puncak. Tahun 1937 pariwisata makin besar, aktivitas ilmuwan menurun, dan perkebunan menggusur hutan di sana dan membuat berdirinya hotel dan resort Puncak," katanya lagi.

Hal ini, membuat Puncak yang asri dan berfungsi sebagai wilayah resapan air berubah menjadi ikon wisata kota Batavia.

Baca Juga: Genap Berusia 100 Tahun, Tengok Sejarah Mazda yang Berawal dari Produsen Tutup Botol dan Motor 3 Roda!

"Puncak yang dieksploitasi menjadi kawasan wisata dan perkebunan membuat Jakarta terkena bencana alam berupa banjir akibat wilayah Puncak tak optimal lagi sebagai kawasan hijau penyerap air saat hujan," ungkap Rizal.

Rizal menambahkan, Kawasan Puncak yang kini sering macet merupakan penerusan ulah Belanda yang menjadikan kawasan asri menjadi tempat wisata.

"Dari kejadian 300 tahun ini, Batavia yang sumpek dan pengap akibat Malaria, Puncak jadi ruang untuk pergi dan jadi lokasi penyembuhan. Ketika kekuasaan Belanda sirna dari Indonesia, puncak semakin dieksploitasi dan kita mewarisi itu sampai saat ini," tutupnya.