Tekanan 1,5 bar atau 21,8 psi itu menjadi patokan bawah pengisian tekanan udara di ban MotoGP.
Lalu bagaimana jika kurang atau lebih dari itu? Apakah performanya menjadi lebih baik?
Pada MotoGP Aragon 2020 lalu, Fabio Quartararo mendapat hasil buruk karena naiknya tekanan ban karena timnya salah memilih ban dan salah dalam memperhitungkan settingan awal.
Start dari pole, Quartararo hanya finis ke-18 karena grip ban yang sangat minim.
Pada 2016 lalu, tim Avintia juga harus menerima pelajaran berharga.
Pada tes pramusim MotoGP di Sepang 2016 silam, terjadi kecelakaan karena ban motor pembalapnya, Loris Baz, meletus.
Spekulasinya, kecelakaan terjadi karena tim mengisi tekanan udara di bawah standar Michelin.
Baca Juga: Selain Ikut Ajang Reli, Ini Kegiatan Lain yang Dilakukan Danilo Petrucci Selama Masa Liburnya
Tim Avintia Ducati menurunkan tekanan udara sebesar 0,05 bar atau 0,725 psi, dari standar 1,5 bar atau 21,8 psi.
Tapi hal itu dibantah oleh berbagai pihak dan menjadi kritik panas untuk Michelin sendiri.
Setelah kecelakaan itu Baz, MotoGP mewajibkan adanya sensor tekanan udara seperti pada foto di atas.
Sensor itu akan mendeteksi tekanan ban yang dipakai pembalap.
Baca Juga: Melakukan Pelecehan Seksual, Nikita Mazepin Tetap Dipertahankan Jadi Pembalap Tim Haas
Tekanan udara rendah memang akan membuat kontak ban dan aspal lebih besar.
Tapi hal itu akan mengurangi stabilitas motor dan membuat suhu ban bisa terlalu tinggi.
Dan ketika suhu terlalu tinggi, cengkeraman ban malah bisa berkurang dan itu berbahaya.