Kasus tabrak lagi masih kerap terjadi di Indonesia, pelaku memutuskan untuk kabur dengan alasan takut dikhakimi massa.
Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto mengatakan hukuman yang diterima oleh pelaku tabrak lari justru bisa lebih berat.
Menurut Budiyanto, selama ini kesulitan pengungkap kasis tabrak lari yang terjadi di Indonesia diakibatkan sulitnya masyarakat untuk menjadi saksi.
"Belum pahamnya masyarakat yang terlibat kecelakaan harus berbuat apa, disiplin yang rendah dan kurangnya CCTV yang digunakan sebagai bukti petunjuk," Ujar Budiyanto saat dihubungi GridOto beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Street Manners: Jangan Sampai Celaka Karena Keenakan, Perhatikan Kecepatan Saat Keluar Jalan Bebas Hambatan
Budiyanto menjelaskan, aturan mengenai hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam pasal 231 ayat 1, pengendara kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan wajib menghentikan kendaraan yang dikemudikan, lalu memberikan pertolongan kepada korban.
Penabrak juga harus melaporkan kecelakaan kepada kepolisian terdekat dan memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Penabrak yang memilih melarikan diri, lanjut Budiyanto justru bisa ditetapkan sebagai tersangka dan mendapat hukuman lebih berat.
Baca Juga: Proyek Jalan Tol Cisumdawu Diharapkan Selesai 2021, Sekarang Sudah Sampai Tahap Mana?
"Menurut pasal 312 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pelaku tabrak lari bisa dijerat pidana paling lama tiga tahun atau denda maksimal Rp75 juta," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Mobil Pikap Hajar Tiga Motor dan 1 Mobil di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi, Sopir Pikap Kabur,