GridOto.com - Walaupun belum menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia saat ini, sulit untuk membantah bahwa kendaraan listrik akan menjadi bagian dari masa depan dunia otomotif Tanah Air.
Apalagi sejak ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Progam Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan.
Banyak yang memprediksi motor maupun mobil listrik akan menjadi pilihan utama rakyat Indonesia.
Salah satunya Ayong Jeo, selaku CEO PT Kramat Motor sekaligus ketua Gabungan Aftermarket Otomotif Indonesia (Gatomi) turut mengamini hal tersebut.
(Baca Juga: Bisnis Head Unit dan Audio Aftermarket, Kramat Motor Incar Segmen Mobil Menengah ke Bawah Tahun Ini)
“Pemerintah sudah bilang kita akan pindah ke (kendaraan) listirik, dan ketika seluruh dunia membuat kebijakan yang sama, masa iya nggak jalan?” tukas Ayong, yang juga memiliki usaha di sektor audio dan multimedia aftermarket untuk mobil ini kepada GridOto.com di kantornya.
Sebagai individu, pria yang akrab disapa Koh Ayong ini setuju dengan pengadaan kendaraan listrik, dengan alasan polusi dan rendahnya biaya operasional jika dibandingkan dengan kendaraan bermesin konvensional.
Tapi di sisi lain, sebagai pengusaha ia memprediksi kehadiran mobil listrik secara massal bisa membuat usahanya di bidang audio terancam gulung tikar.
“Lima tahun ke depan kalau Electric Vehicle jadi, nol (pangsa pasar audio aftermarket), bangkrut kita,” ujar Ayong.
Selain pangsa pasar yang memang tidak begitu besar, Ayong mengatakan perbedaan desain yang fundamental dari mobil konvensional dan elektrik juga menjadi penyebabnya.
(Baca Juga: Tren Audio Mobil 2020, Upgrade Head Unit Aftermarket Mulai Berkurang?)
Kasarnya, dalam mobil konvensional, sistem kelistrikan dan mesin yang menggerakkan mobil tersebut adalah dua sistem yang berbeda.
Sehingga modifikasi seperti penggantian head unit atau sistem audio mobil yang membebani sistem kelistrikan mobil, tidak terlalu berpengaruh pada kinerja mesin yang menggerakkan mobil itu sendiri.
Namun dalam mobil listrik, sistem kelistrikan dan ‘motor listrik’ yang menggerakkan mobil adalah satu kesatuan, sehingga modifikasi yang menyangkut pada sistem kelistrikan mobil listrik akan berdampak pada operasional mobil tersebut.
Oleh karena itu, penggunaan sistem audio mobil aftermarket yang membutuhkan ubahan pada sistem kelistrikan mobil akan menjadi sangat riskan.
(Baca Juga: Upgrade Audio Mobil Budget Rp 6 Jutaan, Dapat DSP dan Subwoofer, Suara Lebih Dalam Tanpa Gemetar!)
“Bisa enggak ganti head unit? Bisa enggak pasang speaker? Paling bisanya hanya ganti ban aja,” ujar Ayong lagi.
“Ketika sumber energi dan sumber energi jadi satu, itu mobil gak akan bisa disentuh sama kami, orang-orang aftermarket,” imbuhnya.
Tidak hanya para pemain aftermarket di sektor audio dan multimedia, Ayong juga mengatakan hal tersebut akan mempengaruhi banyak sektor aftermarket lainnya.
“Kami sangat bergantung dengan pabrikan, makanya perlu ada asosiasi (untuk pelaku aftermarket), kuat nggak asosiasi kami untuk nego baik dari sisi teknis atau bisnis dengan mereka,” pungkasnya.