Demi Percepat Era BEV, Pemerintah Kudu Rampungkan Peraturan Turunan Kendaraan Listrik

Harun Rasyid - Sabtu, 26 Oktober 2019 | 17:42 WIB

Ilustrasi kendaraan BEV (Harun Rasyid - )

GridOto.com - Diumumkan Presiden Joko Widodo 5 Agustus 2019, Perpres No. 55 tahun 2019 memang ditujukan untuk efisiensi dan ketahanan energi bagi sektor transportasi demi terwujudnya kualitas udara bersih dan ramah lingkungan.

Perpres tersebut tampak menjanjikan atau semacam komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca di tengah isu memburuknya kualitas udara, terutama di Jakarta.

Penerapan Perpres No. 55 tahun 2019 juga berpotensi meningkatkan industri manufaktur kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle – BEV) di Indonesia.

Namun untuk mempercepat pelaksanaan aturan ini, praktisi hukum energi baru terbarukan firma hukum Dentons HPRP Hendra Ong mengatakan, pemerintah harus segera merampungkan sejumlah kebijakan turunan dari Perpres tersebut.

(Baca Juga: Toyota Bertahap Menuju Battery Electric Vehicle, Akankah CH-R BEV Dijual di Indonesia?)

Demi percepatan program BEV dan mendorong penguasaan teknologi industri serta menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor kendaraan bermotor.

 “Para pembuat BEV atau komponen BEV diwajibkan untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, lalu membangun pusat produksi  manufaktur BEV dan komponen BEV di tanah air,” jelas Hendra Ong.

“Selanjutnya, pemerintah bisa menawarkan insentif fiskal maupun non-fiskal. Insentif fiskal seperti peringanan bea masuk untuk komponen impor, dan pembiayaan ekspor," lanjut Hendra.

Sementara insentif non-fiskal menurut Hendra, bisa berbentuk keringanan perizinan seperti pemberian izin penggunaan jalan atau teknologi tertentu yang haknya dipegang pemerintah pusat atau daerah.

(Baca Juga: Bisnis Oli Pasca Perpres Mobil Listrik? Ini Kata Pedagang Oli)

Peraturan turunan yang mesti dirampungkan pemerintah termasuk peraturan tentang penggunaan dan penggantian baterai, stasiun pengisian kendaraan listrik umum, dan tarif listrik untuk penggunaan BEV.

“Pemerintah harus mulai memikirkan bagaimana mengelola limbah baterai BEV, apakah didaur ulang atau dibuang,” kata Hendra.

"Semua tujuan ini memang bisa dilihat dari kacamata komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengembangkan industri ramah lingkungan. Selain itu, Indonesia juga berambisi menjadi produsen dan eksportir BEV,” lanjutnya.

Hendra menambahkan, jika fasilitas untuk kendaraan BEV sudah sangat memadai pemerintah bisa membatasi penggunaan bahan bakar fosil atau BBM demi mempercepat penggunaan BEV dan menghindari timbulnya masalah baru.

(Baca Juga: Murah Banget, Segini Biaya Konsumsi Energi Mobil Listrik Wuling E100)