“Selanjutnya, pemerintah bisa menawarkan insentif fiskal maupun non-fiskal. Insentif fiskal seperti peringanan bea masuk untuk komponen impor, dan pembiayaan ekspor," lanjut Hendra.
Sementara insentif non-fiskal menurut Hendra, bisa berbentuk keringanan perizinan seperti pemberian izin penggunaan jalan atau teknologi tertentu yang haknya dipegang pemerintah pusat atau daerah.
(Baca Juga: Bisnis Oli Pasca Perpres Mobil Listrik? Ini Kata Pedagang Oli)
Peraturan turunan yang mesti dirampungkan pemerintah termasuk peraturan tentang penggunaan dan penggantian baterai, stasiun pengisian kendaraan listrik umum, dan tarif listrik untuk penggunaan BEV.
“Pemerintah harus mulai memikirkan bagaimana mengelola limbah baterai BEV, apakah didaur ulang atau dibuang,” kata Hendra.
"Semua tujuan ini memang bisa dilihat dari kacamata komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengembangkan industri ramah lingkungan. Selain itu, Indonesia juga berambisi menjadi produsen dan eksportir BEV,” lanjutnya.
Hendra menambahkan, jika fasilitas untuk kendaraan BEV sudah sangat memadai pemerintah bisa membatasi penggunaan bahan bakar fosil atau BBM demi mempercepat penggunaan BEV dan menghindari timbulnya masalah baru.
(Baca Juga: Murah Banget, Segini Biaya Konsumsi Energi Mobil Listrik Wuling E100)