GridOto.com - Tanyakan pada orang Jakarta soal bus MetroMini, dijamin tahu atau malah punya kisah tersendiri dengan bus oranye ini.
Tapinya belum banyak yang tahu lho dengan sejarah MetroMini yang tampak meredup di beberapa tahun terakhir ini.
Kalau penulis boleh mengenang, masa kecil zaman SD hingga SMA pada tahun 1990-an akhir hingga 2000-an awal memang punya banyak kenangan dengan 'kegilaan' bus oranye ini.
Eh, kembali ke topik, gimana sih sejarah MetroMini ini? Yuk deh disimak!
(Baca Juga: Hapus Kejar Setoran, Pakar Safety: Bisa Kurangi Kecelakaan Metromini)
MetroMini awalnya enggak langsung bernama MetroMini, dulu pun enggak langsung berwarna oranye-biru yang diingat banyak orang.
Kalau ditarik dari sejarahnya, bus-bus mulai dihadirkan di Jakarta karena adanya Asian Games.
Bus-bus tersebut dikenal dengan nama bus merah yang diperkenalkan melalui Gubernur Soemarno di Jakarta atas instruksi Presiden Soekarno pada tahun 1962.
Tujuan awal dioperasikannya bus adalah untuk kebutuhan transportasi peserta Pesta Olahraga Negara Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces.
Saat itu di Jakarta, moda transportasi massal baru beralih dari kereta listrik (trem) yang dioperasikan oleh Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) yang dihentikan tahun 1960, dan bus pertama yang dioperasikan PPD adalah bus Leyland bantuan Australia pada 1956.
Pada awal operasionalnya belum ada manajemen yang dibentuk untuk mengelola bus-bus tersebut, dan MetroMini dikenal dengan sebutan "bus merah".
Dikutip dari tulisan Balada Bus Kota di Jalanan Jakarta oleh Madina Nusrat dan Irene Sarwidaningrum yang dimuat di Kompas, Senin 29 Februari 2016, bus tersebut berjenis Robur dari Jerman Timur yang memang bentuknya seperti roti tawar.
Setelah pesta olahraga usai bus-bus merah ini tetap beroperasi dan oleh Gubernur Henk Ngantung di tahun 1964, dititipkan pada perusahaan swasta seperti Arion namun tak mampu dikelola dengan baik.
(Baca Juga: Waduh! Roda MetroMini Lepas di Kebayoran Baru, Jalanan Tergores 10 Meter)
Pada tahun 1976 PT MetroMini didirikan bersamaan dengan Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) untuk menaungi 152 orang yang mengoperasikan 313 bus mini atas instruksi Gubernur Ali Sadikin.
Pada tahun 1980, bus-bus tua bagaikan roti ini kemudian diperbarui dengan bus-bus Toyota dan Mitsubishi.
Nah di era 1980-an hingga 1990-an inilah yang jadi masa jaya MetroMini. Tarifnya yang murah dan rata untuk sekali jalan membuat bus ini menjadi andalan. Pada tahun 1982 tercatat tarif Metromini sebesar Rp. 100 per trayek sementara pelajar dikenakan Rp. 25.
Pada April 1996 tercatat tarif naik dari Rp. 300,- menjadi Rp. 400,- untuk umum, sementara pelajar Rp. 100,- harga pelajar ini bertahan sejak tahun 1990 tidak dinaikkan.
Memasuki tahun 2014 tarif menjadi Rp. 4.000 untuk umum dan Rp. 2.000 untuk pelajar dan pada tahun 2016 tarif turun menjadi Rp. 3.800,- kemudian Rp. 3,500,- untuk umum walaupun pada realitasnya di jalanan banyak pengemudi enggan menurunkan tarif.
Selain itu ada yang membuat MetroMini jadi bahan omongan karena kelakuan sopirnya yang kerap ugal-ugalan di jalanan.
Selain itu sopir pun bodoamat walau bus sudah overload sehingga kerap ditemui penumpang yang naik di atap hingga gelantungan di pintu. Yang penting setoran, Bos!
Kondisi bus juga banyak yang sebetulnya enggak layak dengan seringnya ditemui unit yang kacanya bolong-bolong, panel instrumen yang enggak berfungsi, hingga sumber polusi dengan asapnya yang hitam pekat.
Tapi bagaimanapun juga, MetroMini pada masa jayanya jadi moda transportasi segala kalangan, dari pegawai kantoran dengan kemeja rapi, pedagang, suporter Persija, hingga pelajar yang pulang pergi ke sekolah (termasuk berangkat tawuran), dan masih banyak lagi.
Di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), keberadaan MetroMini dan Kopaja mulai tersaingi dengan adanya Transjakarta.
Selain itu, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi mengamanatkan semua angkutan umum harus diremajakan setelah 10 tahun.
Karena rata-rata MetroMini dan Kopaja berumur di atas 10 tahun maka Ahok yang saat itu jadi gubernur ingin pemilik kendaraan tersebut bergabung di bawah bendera Transjakarta.
Tapi pemilik keberatan karena tak sanggup jika harus membeli armada baru.
Selain itu, Ahok meyakini bus yang beroperasi memang sudah tak laik jalan dan dikendarai ugal-ugalan.
Ahok yang kala itu sudah bersiap untuk perhelatan Asian Games 2018, membuka rute-rute yang dilayani Metro Mini dan Kopaja untuk mematikannya secara perlahan.
(Baca Juga: Cikal Bakal Metromini yang Dulu Jadi Angkutan Peserta Asian Games Tahun 1962)
Ia bahkan berjanji, saat Asian Games 2018, tak ada lagi MetroMini dan Kopaja jelek.
Tapi pada akhirnya pemerintah menoleransi keberadaan MetroMini dan Kopaja. Meskipun begitu permasalah antara bus-bus tersebut sering terjadi dengan Transjakarta.
Ini disebabkan trayeknya diserobot Transjakarta padahal mereka punya izin yang diperpanjang.
Mereka tak sanggup membeli kendaraan baru dan memilih menjual armadanya menjadi rongsokan dan alih usaha.
Ironinya, MetroMini muncul dan berkembang karena adanya Asian Games dan pada akhirnya redup karena Asian Games pula.
Jadi buat pembaca yang kebetulan tinggal di Jakarta pada tahun 1980-1990an pastinya punya deh kenangan dengan MetroMini.
Dicopet, digeber ugal-ugalan, dipalak preman, duduk di atap buat nonton Persija, berangkat tawuran, atau malah bertemu jodoh di MetroMini?