Saat itu di Jakarta, moda transportasi massal baru beralih dari kereta listrik (trem) yang dioperasikan oleh Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) yang dihentikan tahun 1960, dan bus pertama yang dioperasikan PPD adalah bus Leyland bantuan Australia pada 1956.
Pada awal operasionalnya belum ada manajemen yang dibentuk untuk mengelola bus-bus tersebut, dan MetroMini dikenal dengan sebutan "bus merah".
Dikutip dari tulisan Balada Bus Kota di Jalanan Jakarta oleh Madina Nusrat dan Irene Sarwidaningrum yang dimuat di Kompas, Senin 29 Februari 2016, bus tersebut berjenis Robur dari Jerman Timur yang memang bentuknya seperti roti tawar.
Setelah pesta olahraga usai bus-bus merah ini tetap beroperasi dan oleh Gubernur Henk Ngantung di tahun 1964, dititipkan pada perusahaan swasta seperti Arion namun tak mampu dikelola dengan baik.
(Baca Juga: Waduh! Roda MetroMini Lepas di Kebayoran Baru, Jalanan Tergores 10 Meter)
Pada tahun 1976 PT MetroMini didirikan bersamaan dengan Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) untuk menaungi 152 orang yang mengoperasikan 313 bus mini atas instruksi Gubernur Ali Sadikin.
Pada tahun 1980, bus-bus tua bagaikan roti ini kemudian diperbarui dengan bus-bus Toyota dan Mitsubishi.
Nah di era 1980-an hingga 1990-an inilah yang jadi masa jaya MetroMini. Tarifnya yang murah dan rata untuk sekali jalan membuat bus ini menjadi andalan. Pada tahun 1982 tercatat tarif Metromini sebesar Rp. 100 per trayek sementara pelajar dikenakan Rp. 25.
Pada April 1996 tercatat tarif naik dari Rp. 300,- menjadi Rp. 400,- untuk umum, sementara pelajar Rp. 100,- harga pelajar ini bertahan sejak tahun 1990 tidak dinaikkan.