Polusi Kendaraan Mengkhawatirkan, Angka Harapan Hidup Masyarakat Turun

Harun Rasyid - Sabtu, 17 Agustus 2019 | 14:16 WIB

Ilustrasi tingginya polusi udara akibat emisi kendaraan di Jakarta dan sekitarnya. (Harun Rasyid - )

GridOto.com - Jakarta kini tengah menghadapi tingginya angka polusi udara, yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat.

Sebagai kota pusat pemerintahan dan ekonomi, Jakarta tiap harinya selalu disesaki kendaraan bermotor yang disinyalir menyumbang emisi paling besar.

Selain dari sektor industri, konstruksi dan faktor musim kemarau.

Polusi tersebut tentu berdampak pada rendahnya angka harapan hidup warga Jakarta dan sekitarnya, karena udara di lingkungan rentan menimbulkan penyakit.

(Baca Juga: Pengguna Angkutan Massal di Jabodetabek Cuma 8 Persen, BPTJ Ajak Masyarakat Kurangi Polusi Dengan Cara Ini)

Bambang Prihartono, selaku Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengatakan, hal ini terjadi akibat pola pergerakan kendaraaan masyarakat.

"Akibat pergerakan pola kendaraan atau transportasi di zaman yang serba mudah ini, masyarakat lupa akan kesehatan. Jadi kami ingin masyarakat tergugah akan pentingnya kesehatan," kata Bambang, Jumat (16/8/2019).

Menanggapi hal tersebut, Kartini Rustandi, selaku Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan menyampaikan, jika angka harapan hidup menurun atau rendah, risiko kematian masyarakat berusia muda jadi tinggi.

"Dulu orang tua yang meninggal karena sakit biasanya umurnya 70 tahunan ke atas, sekarang umur 40 saja sudah banyak. Hal ini menunjukkan angka harapan hidup dan kepedulian akan kesehatan masih rendah," kata Kartini.

Buruknya kualitas udara atau polusi bisa menimbulkan berbagai penyakit seperti asma, ISPA, bronkitis, stroke, jantung, PPOK hingga kanker paru.

(Baca Juga: BPTJ Minta Masyarakat Mendukung Perluasan Aturan Ganjil Genap)

Kartini mengungkapkan, Kementerian Kesehatan kali ini bekerja sama dengan BPTJ untuk menggeser pola pergerakan masyarakat ke transportasi publik

"Polusi di Jakarta sudah parah, masyarakat harus mengubah kebiasaannya dengan naik transportasi publik dan meningkatkan aktivitas fisik," ungkap Kartini.

Kartini melanjutkan, aktivitas fisik untuk kesehatan dilakukan dengan intensitas sedang 4 sampai 5 kali per minggu selama minimal 30 menit.

"Aktivitas fisik ini misalnya bisa dilakukan saat berjalan kaki menuju layanan angkutan umum misalnya dari stasiun ke tempat pemberhentian bus,” jelas Kartini.

(Baca Juga: Kementerian ESDM Lakukan Road Test BBM Jenis Baru B30, Hingga 50 Ribu Kilometer)

Lebih lanjut Bambang menambahkan, transportasi di Jabodetabek terus berkembang walaupun seluruhnya belum terintegrasi.

"Pemerintah saat ini gencar mengembangkan transportasi massal dan trotoar, jadi masyarakat harus manfaatkan hal ini juga agar macet dan polusi berkurang," pungkasnya.