GridOto.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta beberapa waktu lalu menerapkan perluasan ganjil genap di sejumlah ruas jalan Ibu Kota.
Salah satu tujuan peraturan ini adalah mengurangi pencemaran udara di Jakarta yang kini semakin parah.
Namun, upaya tersebut dinilai Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) sebagai langkah yang kurang tepat untuk mengurangi polusi udara Jakarta.
Alasannya, kendaraan yang menyumbang polusi terbesar di Jakarta adalah motor, bukan mobil.
(Baca Juga: KPBB Kritik Keras Usulan Menhub Soal Pembebasan Ganjil Genap Bagi Taksi Online, Begini Komentarnya)
Berdasarkan data KPBB, polusi yang terbuang di Jakarta per-harinya diestimasikan mencapai 19.165 ton pollutants
"Total, kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta kurang lebih 3,6 juta mobil, 516 ribu bus, 1,1 juta truk, 20,8 juta sepeda motor dan 14 ribu bajaj," ucap pria yang akrab disapa Puput ini saat dihubungi GridOto.com.
"Emisi yang dihasilkan dari kendaraan tersebut adalah 56.701 ton CO2 per-hari dan 19.165 ton pollutants per-hari (terdiri atas CO, HC, NOx, SOx, PM)," sambungnya.
Jika dirinci lebih dalam, 19.165 ton pollutants per-hari ini bersumber dari motor (44,53%), mobil (16,11%), bus (21,43%), truck (17,7%), dan bajaj (0.23%).
(Baca Juga: Taksi Online Diminta Bebas Ganjil Genap, Kadishub DKI Jakarta: Pengecualian Hanya Angkutan Umum)
Dari data yang diberikan tersebut, terlihat bahwa kontribusi mobil terhadap polusi udara di Jakarta sangat jauh jika dibandingkan motor.
Sedangkan, saat ini peraturan ganjil genap hanya berlaku pada mobil pribadi, motor masih bebas berkeliaran di jalanan Ibu Kota.
Karena itu, Puput menyebut upaya pemerintah untuk mengurangi polusi udara lewat perluasan ganjil genap disebut tidak efektif.
"Jadi ganjil genap yang hanya berlaku bagi mobil itu jelas tidak tepat sasaran. Karena estimasi emisi sepeda motor lebih tinggi," imbuhnya.
(Baca Juga: Selama Sosialisasi Perluasan Ganjil Genap, Polisi Tidak Akan Melakukan Penilangan )
"Dengan sistem (ganjil genap) yang seperti ini, ya gak nurunin. Pertama motor gak dikenakan, kemudian dengan adanya perluasan (ganjil genap) apakah itu jaminan kendaraan gak lewat jalan lain?" ucapnya.
Misalnya di Sudirman kan gak boleh lewat, tapi kan bisa lewat jalan lain yang gak diberlakukan ganjil genap," tutupnya.