GridOto.com - Di era digital ini, pergerakan pasar menjadi sangat cepat.
Selain makin mudahnya konsumen untuk mencari hal yang ingin ia beli, konsumen juga makin pintar dalam mencari informasi tentang hal yang ingin dibelinya tersebut.
Mudahnya akses akan informasi juga membuat pola pikir dan perilaku konsumen berubah drastis.
Hal ini tidak luput dari pandangan Direktur PT Astra Digital International, Kemas Henry Kurniawan tentang pola perilaku pembeli mobil bekas maupun mobil baru.
(Baca Juga : Toyota Raih Penjualan Positif di Pameran Otomotif, Transaksi Tembus Rp 970 Miliar)
"Customer jaman dulu, klien, flyer itu, dulu number one. Jadi kita menciptakan flyer sebagus mungkin, katalog itu benar-benar harus perfect, bagus, semua tandanya ok," bukanya.
"Sekarang? Mana ada yang liat, mas," ujarnya miris.
Dia pun menjelaskan kalau sekarang ini, customer telah punya gambaran yang jelas tentang mobil baru ataupun mobil bekas apa yang akan mereka beli.
Mulai dari jenis, tipe, warna, bahkan jenis transmisi, calon pembeli saat ini umumnya telah melakukan semua tahapan research yang sebelumnya harus dilakukan oleh sales representative di beberapa dealer jika ingin melakukan perbandingan.
"Sehingga, ada satu customer flownya, mau beli sesuatu, dia browsing, setelah dia browsing, lalu dia decide saya mau brand A model B, selesai. Kemudian dia searching estimasi cabangnya mana yang paling deket dan harganya bisa tau," jelasnya.
Dia mencontohkan, "Mau beli Toyota Avanza, langsung ke showroom itu dia telepon saya mau beli Toyota Avanza, tipe G, matic, warna item, ada stoknya gak? Diskon saya satu juta, bisa lebih gak?"
Baca Juga : Seva.id Tawarkan Program One Day Delivery, Beli Mobil Hari Ini Besok Sudah di Garasi
Kemas juga mencermati adanya perubahan pola pengambilan keputusan pada pembelian motor atau mobil di lingkungan keluarga.
Dia memaparkan bahwa dulu, seorang anak akan menerima motor atau mobil yang telah dibelikan oleh ayah atau ibunya.
Namun dengan tingginya adopsi internet dan informasi di dalamnya, kini sang anak lah yang mempunyai agency dalam pengambilan keputusan tersebut.
"Kalau dulu, bisa dibilang kita cuma perlu engage dengan orang tuanya, influencernya, itu sudah enough. Sekarang kita harus engage sama anak-anak muda dan individunya, karena mereka punya mau yang berbeda. Duit tetep dari bapaknya," selorohnya.