(Baca Juga : Kocak! Standarin Motor, Anak SMA Pilih Belajar Saking Lamanya Lampu Merah di Bandung)
Di sana juga ada beberapa taman yang merupakan peninggalan zalam Belanda seperti Taman Pramuka dan Lapangan Pramuka yang kini menjadi Taman Persib.
Kawasan Taman Pramuka dan Supratman menjadi camp internir atau lokasi penawanan orang Eropa saat penjajahan Jepang.
Ketika pergantian kekuasaan dari Pemerintah Kolonial Belanda ke Pemerintahan Jepang, terjadi beberapa perubahan di Jalan Riau.
Seperti perubahan pada sejumlah struktur bangunan, yang dibuat benteng dan pos penjagaan tentara Jepang.
Setelah kemerdekaan, beberapa rumah orang Eropa tersebut diambil alih menjadi hak milik masyarakat sekitar.
(Baca Juga : Perempatan Susah Move On, Durasi Lampu Merah di Samsat Bandung Tercatat 12 Menit!)
Beberapa rumah lainnya menjadi hak milik negara atau pemerintah Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, lahan pemukiman yang berapa di dekat pusat pemerintahan, mulai dialihfungsikan masyarakat menjadi ladang bisnis bangunan komersil.
Seperti yang saat ini, Jalan Riau menjadi pusat fesyen, hotel, rumah makan, perbankan, dan lainnya.
Nama Jalan Riau dulunya diambil dari sebuah daerah di Pulau Sumatra.
Hal tersebut untuk mempermudah pemetaan lokasi, maka nama-nama jalan di Bandung diambil berdasarkan klasifikasi dari peta daerah atau pulau di Nusantara.
Begitupun dengan jalan sekelilingnya menggunakan nama daerah lain, seperti Jalan Sumatera, Jalan Aceh, Jalan Banda, Jalan Sumbawa, Jalan Lombok, dan sebagainya.
Jalan Riau kemudian berganti menjadi Jalan LLRE Martadinata atau disingkat Jalan Martadinata.
Nama itu diambil dari nama seorang laksamana laut kelahiran Bandung.
Ia adalah Laksamana Laut Raden Edi Martadinata yang merupakan seorang mantan Menteri Angkatan Laut Republik Indonesia. Ia mendapatkan 12 bintang penghargaan.
LLRE Martadinata tewas dalam sebuah kecelakaan helikopter tahun 1966 di kawasan Pangalengan.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul TRIBUN WIKI - Sejarah Jalan Riau Bandung, Sempat Jadi Pusat Orang Elite Eropa di Zaman Kolonial