"Kekuatan yang tinggi. Kendaraan BSA ini memang dipersiapkan untuk militer daerah perang. Memang diciptakan untuk hancur-hancuran. BSA memang untuk konvensional,"ujarnya.
Motor gede dengan suara knalpot besar ini juga sudah masuk dalam cagar budaya. Rizal sudah keliling Indonesia hingga keluar negeri mencari BSA. Rizal yang menyebut dirinya maniak BSA ini juga mengungkapkan telah memiliki 14 varian BSA, 3 varian Harley, 3 varian Vespa, 3 varian Suzuki, dan 3 varian BMW.
Seluruh sepeda motor tahun tinggi itu diparkirkan rapi di dalam garasi. Tak hanya itu, sepeda motor itu juga digantungkan kertas keterangan merek dan tahun buatan kendaraan. Semua yang dimiliki sebagai koleksi pribadi. Rizal juga menitipkan sebagian kendaraan antiknya di cafe, kantor Boms, dan di rumah keluarganya.
"Mendapatkan barang antik itu tak seperti ke showroom. Rata-rata sudah tidak ada lagi. Kalau rejeki setahun 2 atau 3 motor. Kemana pun saya pergi, saya hunting mencari motor-motor tua. BSA is my life. Di siantar saya dapat cuma dua,"ujarnya seraya menjelaskan hobi BSA sejak usia 15 tahun atau 1974. Untuk BSA pertamanya, Rizal membeli dengan harga Rp 400 ribu.
Perkembangan moda transportasi yang telah merambah ke sistem jaringan internet membuat becak BSA Siantar sepi peminat. Rizal menjelaskan telah melakukan upaya dengan membuat Becak BSA menjadi becak pariwisata.
(Baca Juga : BSA M20 Asli Indonesia Dimodif Jadi Mirip Motor Perang)
Namun, ia menilai Pemerintah Kota Pematangsiantar kurang perhatian terhadap cagar budaya yang menjadi ikon kota. Rizal telah mengusulakan untuk masuk dalam APBD dalam pos pariwisata dan kebudayaan.
"Perkembangan angkutan umum, ojek online, Sepeda Motor pribadi menbuat Becak BSA kalah populer. Teman saya pengendara becak BSA mulai jam 8 pagi sampai jam 9 malam gak ada penumpang. Karena kalah kompetisi,"ujarnya.
Rizal menjelaskan tak adanya antusias pemerintah terhadap cagar budaya membuat becak BSA kalah pamor.
"Bahkan kami sendiri yang mengkhususkan jadi becak pariwisata. Tak ada antusias pemko dengan BSA ini. Kadis-kadis saya tanya gak ada yang beri solusi. Saya minta buat even, gak ada yang berpikir ke situ," tambahnya.
Rizal juga menyinggung tentang angkutan transportasi mobil yang sangat banyak di Kota Siantar. Angkutan itu sudah melebihi kuota dalam peraturan.
Ramlan (64) seorang pengendara becak BSA Siantar yang sedang mangkal di Jalan Surabaya Kota Siantar tidak ada inovasi untuk menghadapi kompetisi moda transportasi. Ramlan yang memiliki tujuh BSA ini mengatakan lebih memilih untuk keluar pada siang hari.
"Penumpang becak BSA hanya ramai saat weekend. Karena, banyak wisatawan yang datang ke mari. Kalau hari biasa, paling banyak itu hanya delapan penumpang,"ujarnya.
Ramlan yang membeli BSA pada tahun 1970 dengan harga Rp 200 ribu mengaku hanya diperhatikan saat hari kemerdekaan dan even-even kebudayaan. Ia juga mengungkapkan perhatian untuk Becak BSA banyak berdatangan dari pihak swasta.
"Kami sering digunakan untuk even-even saja," pungkasnya. (Tommy Simatupang / Tribun Medan)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul TRIBUNWIKI-Birmingham Small Arms (BSA) Sepeda Motor Legenda yang jadi Ikon Kota Pematangsiantar