Pemaksaan ini menyebabkan tubuh lekas pegal dan hilang konsentrasi ketika berkendara.
Kedua, alasan Kognitif, Menurut Nina seusai dengan perkembangannya, remaja memiliki kemampuan terbatas untuk melihat, menganalisa, dan menyimpulkan kondisi lalu lintas.
Keterbatasan ini menyebabkan anak tidak bisa berstrategi saat berlalu lintas.
"Kondisi ini dapat dilihat dari kecenderungan anak dan remaja yang asal menyalip saat berkendara di jalan raya. Dari cara nyelipnya bisa dilihat, anak dan remaja tidak banyak berpikir saat berkendara. Hal ini tentu berbahaya bagi dia dan pengendara lainnya," kata Ivan.
(BACA JUGA: Video Polisi Tindak Toyota Sienta Berpelat Nomor Tidak Standar Sambil Bernyanyi Bersama Ibu-ibu)
Ketiga, alasan emosi. Perkembangan emosi yang semakin baik pada anak dan remaja belum diimbangi dengan kemampuan kognitif.
Akibatnya, anak dan remaja cenderung bertindak berdasarkan emosional.
"Kondisi ini menyebabkan anak dan remaja kerap tersulut emosinya, bila ada yang menyalip. Anak dan remaja biasanya akan langsung menyalip tanpa berpikir kondisi kendaraan lain. Bahaya sekali kalau mereka sampai kebut-kebutan di jalan," ungkapnya.
Untuk diketahui, dalam persyaratan pemohon SIM perseorangan berdasarkan Pasal 81 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 22 Tahun 2009 untuk pemegang SIM kategori A, C dan D usia minimal adalah 17 tahun.
Maka dari itu, RSA Indonesia dengan tegas menolak wacana diterbitkannya SIM khusus pelajar yang disampaikan Gubernur Jateng.