"Calon nasabah tidak boleh memiliki penghasilan atau punya usaha yang haram, seperti usaha jual-beli babi, melanggar asusila hukum, dan unsur perjudian," ucap Wahyudi.
"Begitu ketahuan melanggar, kami langsung alihkan dan cari leasing yang lain," imbuhnya.
Wahyudi menambahkan, produk dari perusahaan pembiayaan resmi Toyota berbasis Syariah tersebut berdasarkan prinsip akad Murabahah.
Sebuah prinisip pengadaan suatu barang yang dilakukan dengan mekanisme jual-beli.
Dengan menegaskan harga beli (harga perolehan) kepada pembeli, dan pembeli membayar dengan harga lebih sebagai margin (keuntungan).
(BACA JUGA: Pembiayaan Resmi Toyota Berbasis Syariah Memuaskan)
"Sesuai tagline kami 'tenteram dalam bertransaksi', nasabah benar-benar bisa mengatur pengeluarannya karena cicilannya fix margin," kata Wahyudi seraya menjelaskan.
"Tidak ada perubahan di tengah jalan, marginnya sudah disepakati enggak boleh berubah, haram kalau berubah," tambahnya.
Selain itu, yang membedakan antara produk syariah dan konvensionalnya ada pada mekanisme tagihan keterlambatan cicilan.
"Kalau syariah ada dua, ta'widh dan ta'zir. Kami tidak boleh mengambil margin dari keterlambatan pembayaran," ujar Wahyudi lagi.
"Kalau ta'widh itu mendisiplinkan dengan denda sebesar Rp 20 ribu yang akan masuk sebagai dana sosial, kemudian ta'widh sebagai ganti rugi atas keterlambatan pembayaran tagihan," tutupnya.