Bahkan mereka berharapan agar kelak anak-anaknya bisa mempunyai pekerjaan yang lebih baik dibandingkan kedua orang tuanya.
"Selama ini kan jadi sopir bukan cita-cita, namun itu adalah pilihan terakhir yang di mana dari mereka adalah rata-rata hanya lulusan SD sampai SMP dan enggak ada sekolah sopir," tuturnya.
"Bahkan alumni kernet belajar dari sopirnya, jadi memang dari asalnya sudah seperti itu. Kalau bahan mentahnya buruk, pengusaha enggak mau melatih dan mendidik, ya sudah begitu itu. Makanya sekarang cari pengemudi tidak mudah," bebernya.
Ia mengaku, meski jarang terekspos, keberadaan para supir truk memang sangat berpengaruh di kehidupan masyarakat.
"Ya kita harus berterima kasih pada sopir truk, tanpa pengorbanan mereka kita tidak akan ada makanan pakaian dan barang di rumah. Mereka meninggalkan keluarganya agar kebutuhan logistik kita terpenuhi. Tolong dihargailah jasa para sopir," tutupnya.