Pertama harus ada kepastian yaitu angkutan umum yang dioperasionalkan itu benar-benar layak jalan, baik itu kendaraannya, nomor kendaraannya, penerangan cukup memadai.
Hingga kepastian bahwa sopir dan kernet yang menjalankan angkutan malam hari itu benar-benar pegawai angkutan tersebut, bukan cabutan, sehingga mereka bisa dipertanggungjawabkan.
Kedua, bagi penumpang, harus cermat memilih kendaraan angkutan malam hari, memperhatikan kendaraan, sopir dan kernetnya, serta fasilitas keamanan.
Kalau angkutan umum itu penerangannya tidak memadai, lebih baik tidak menggunakan angkutan tersebut.
Kemudian, rutenya, adalah rute yang benar-benar cukup ramai atau rute yang sepi. Kalau itu rute yang sepi maka ekstra keamanan juga harus diperhatikan.
(BACA JUGA: Wow.. 8.000 Angkutan Umum di Jakarta Rencananya Akan Diremajakan)
Ketiga, diharapkan pihak berwajib ikut mengawal keamanan rute-rute sepi angkutan umum tersebut pada jam-jam tertentu.
Jika waktu yang paling krusial antara pukul 24.00 dan pukul 04.00 pagi, pihak berwajib bisa melakukan patroli di rute-rute yang cukup sepi sehingga jaminan keamanan bagi penumpang bisa didapatkan.
Contoh paling mudah, satu orang pihak berwajib bisa juga ikut serta di satu kendaraan sehingga memberikan rasa aman bagi penumpang.
Dari konteks penataan kota, di jalur-jalur angkutan malam hari itu Pemprov DKI dapat memasang CCTV sehingga pergerakan kendaraan dapat dipantau.
Selain itu juga para pengelola angkutan malam hari memiliki kelengkapan GPS sehingga rute kendaraan dapat dipantau baik oleh pengelola maupun pihak berwajib.
“Terkait data pengguna angkutan malam hari, kalau saya amati memang belum ada data yang akurat. Sebetulnya perlu data yang akurat berapa jumlah pekerja yang pulang malam hari ataupun dini hari yang membutuhkan angkutan umum,” kata Nirwono.
(BACA JUGA: Imut Banget, Pria Ini Kemudikan Bus dengan Lemah Gemulai, Bikin Gemes Netizen Lo!)
Menurutnya, data pengguna angkutan malam hari itu penting karena terkait berapa jumlah armada angkutan umum yang harus disediakan supaya armada yang disediakan juga efektif.
Kemudian rute-rute mana saja yang dilalui para pekerja itu tadi sehingga di rute-rute itulah nantinya ditingkatkan pelayanan angkutan malam harinya.
Nirwono mengatakan, pihak pemberi kerja juga harus turut bertanggungjawab terhadap keselamatan para pekerjanya.
Jika angkutan malam hari sulit didapatkan di rute-rute mereka, maka ada baiknya pemberi kerja memberikan angkutan antarjemput bagi pegawainya.
Sehingga keselamatan mereka juga terjamin selama angkutan umum malam harinya belum dapat diandalkan.
“Jadi ada tiga pihak yang bertanggung jawab terhadap angkutan malam hari ini. Pertama adalah pengelola angkutan malam hari itu sendiri. Kedua adalah Dishub yang memberikan ijin angkutan. Ketiga adalah pihak kepolisian yang memberikan aspek keamanan dan keselamatan penumpang angkutan malam hari itu,” katanya.