Jaka menilai, hal itu karena rekan-rekannya tak lagi mendapat pemasukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Jika biasanya para "pak ogah" bisa mendapat uang minimal Rp 50.000 dalam sehari, selama menjadi supeltas, para "pak ogah" paling tinggi mendapatkan uang sebesar Rp 30.000 hingga Rp 40.000 per harinya.
Dia berharap, ada kepastian dari pihak kepolisian maupun pemerintah terkait janji honor yang mereka dapatkan untuk menafkahi keluarga.
Supeltas lainnya, sebut saja Dani, berharap para supeltas juga mendapatkan asuransi kecelakaan.
Setiap hari, kata Dani, para supeltas melakukan pekerjaan yang berbahaya di jalan raya. Ancaman ditabrak pengendara mobil atau motor juga bisa terjadi sewaktu-waktu.
Dani dan sejumlah rekannya pernah hampir ditabrak oleh pengemudi mobil yang enggan untuk memperlambat laju kendaraannya.
"Kami berharap adalah jaminan, misalnya kecelakaan. Kami biasanya berkutat dengan bahaya di jalan raya," ujar Dani.
Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra pernah mengatakan bahwa penggajian supeltas akan dilakukan oleh badan usaha yang berada di sekitar titik kemacetan.
"Itu kami minta beberapa perusahaan untuk menggaji dia, CSR (Corporate Social Responsibility)," ujar Halim di Mapolda Metro Jaya medio Jumat (21/7/2017).
Namun kemudian, Halim menyatakan bahwa para supeltas tidak diberi honor. Mereka hanya akan mendapat uang apabila ada pengemudi kendaraan yang memberi secara sukarela.
Pernyataan itu disampaikan Halim setelah Pemprov DKI menolak untuk menggaji para "pak ogah" yang dilatih polisi.
Polisi juga sempat mencari bantuan ke Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta untuk memberi gaji para supeltas.
Namun, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, pihaknya belum pernah berkomunikasi dengan polisi terkait wacana menggaji supeltas.
Di lain pihak, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa menggaji supeltas. Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, keputusan itu terkait aturan dalam mekanisme penganggaran.
Sigit mengatakan, supeltas direkrut, dikelola, dan dilatih Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Artinya, para supeltas itu tidak masuk struktur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov DKI Jakarta. Dengan demikian, anggaran gaji supeltas tidak bisa dibebankan pada APBD DKI.
"Undang-undang pengelolaan keuangan daerah itu kan tidak memungkinkan pemerintah daerah mengeluarkan beban APBD terhadap pembelanjaan pihak lain," ujar Sigit, Senin (28/8/2017).
Adapun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah mengatakan akan mengkaji pemberdayaan supeltas yang direkrut Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Anies akan membuat tim untuk mengkaji hal tersebut.