Dengan aturan lama yakni UU No. 28 Tahun 2009, mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), misalkan di Kota A Provinsi B, Tarif PKB, 1,75%.
Maka, nilai PKB Avanza 2020 adalah Tarif X NJKB X Bobot (1,05) sehingga angkanya 1,75% X Rp 187 juta X 1,05 = Rp 3.436.125
Pada UU No. 1 Tahun 2022 angkanya berubah, tarifnya turun menjadi 1,25% X NJKB X Bobot (1,05) jadi 1,25% X Rp 187 juta X 1,05 = Rp 2.199.120 (disebut PKB terutang).
Maka, pajak Opsennya adalah 66% X PKB terutang, menjadi 66% X 2.199.120 = Rp 1.451. 419.
Maka PKB total yakni PKN terutang + Pajak Opsen menjadi Rp 2.199.120 + 1.451.419 = Rp 3.650.539 atau ada kenaikan Rp 214.414 dibanding dengan aturan lama.
Sementara untuk BBNKB hitungan mirip adalah Tarif X NJKB X Bobot, untuk tarif BBNKB berdasarkan aturan lama yakni uu No. 28 Tahun 2009 adalah 12,5 %.
Sehingga nilai BBNKBnya 12,5% X Rp 187 juta X 1,05 = Rp 25.331.250 (BBNKB terutang).
Tarif BBNKB berdasarkan UU No. 1 2022 adalah 12 %, sehingga menjadi 12% X Rp 187 juta X 1,05 = Rp 24.318.000 (BBNKB terutang).
Untuk pajak Opsen-nya adalah Rp 66% X BBNKB terutang yakni 66% x 24.318.000 = Rp 16.009.480.
Total BBNKB berdasarkan UU baru menjadi Rp 24.318.000 + Rp 16.009.480 = Rp 40.367.880 yang artinya lebih mahal Rp 15.036.630.
Jadi secara total akibat UU No. 1 Tahun 2020 ini, pajak Avanza 2020 lebih mahal sebesar Rp 214.414 + Rp 15.036.630 = Rp 15.251.044.
Dari gambaran ini, jelas sekali produsen ketar-ketir memasuki tahun mendatang.
Sebab, aturan ini akan dilaksanakan pada 5 Januari 2025.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR